Cerpen Marie Curie Part II


The previous story here..

 Beberapa bulan kemudian Bronya berhasil meraih predikat sebagai mahasiswi di Sorbonne. Sementara sang adik ,yang juga lulus di waktu yang sama lewat akselerasi, sibuk mengumpulkan uang dengan bekerja. Mulai dari penjaga toko hingga baby sitter pun dilakoninya demi mencapai cita-citanya berkuliah di Sorbonne. Meski begitu ia tak pernah lupa belajar, bahkan ia kerap meminta sang kakak mengiriminya buku-buku kuliah yang sudah tidak dipakainya.

Malam itu Marie baru saja selesai berkutat dengan buku-bukunya. Kebetulan hari itu ia libur bekerja.

Krek!

Setelah seharian penuh berada di kamar, iapun keluar. Tampak sang ayah sedang mengutak-atik sebuah alat.

"Papa, aku baru saja menamatkan buku yang diberikan Kak Bronya. Di dalamnya bercerita tentang unsur-unsur Kimia yang ada di bumi." ceritanya panjang lebar.

Belum sempat ia melanjutkan ceritanya, tiba-tiba saja tubuh gagah sang ayah ambruk.

"Papa?!" jeritnya terkejut.

 

0 komentar:

Si Wanita Tangguh, Marie Curie (versi cerpen ala Visya Al Biruni) part I

“Papa, sedang apa?” tanya seorang gadis kecil pada Ayahnya yang tengah berkutat dengan setumpuk buku di ruang kerjanya.
Gadis itu melingkarkan tangannya di pundak sang Ayah dengan manjanya. Dengan penuh kasih sayang, sang Ayah mengangkat tubuh putrinya lalu mendudukkannya di pangkuannya.  Belum sempat sang Ayah menjawb pertanyannya, gadis itu kembali mencecar. “Papa,  Sorbonne itu seperti apa?
Pertanyaan  itu mengalir begitu saja dari mulut gadis berusia 8 tahun. Di usianya saat itu ia sudah duduk di bangku kelas 5 SD. Ya, Maria Sklowdoska adalah seorang anak yang cerdas.  Sebagai anak dari sepasang guru SMA, Maria sangat beruntung. Orangtuanya begitu memperhatikan pendidikannya. Sejak duduk di bangku sekolah dasar, orangtuanya menyekolahkannya di sekolah lokal.
“Sorbonne itu kota yang indah.” Jawab sang ayah singkat.
“Suatu hari nanti aku ingin pergi kesana. Aku ingin belajar disana.” Sungguh sebuah kalimat luar biasa jika dituturkan oleh gadis seusianya.
Kebahagiaan berturut-turut meliputi  dirinya juga kedua kakaknya, Bronya dan Zoshia. Namun perlahan-lahan kebahagiaan itu berguguran seiring berjalannya waktu. Kakak tertuanya, Zoshi, terserang tipus. Sayang sekali karena penanganan yang begitu terlambat, Zoshia terpaksa menghembuskan nafas terakhir  di tempat tidurnya. Bronya menjadi orang yang paling terpuruk atas kematian sang kakak.
Dua tahun sejak kematian Zoshi, sang ibu terserang penyakit TBC. Di saat yang bersamaan sang ayah dipecat dari profesinya sebagai guru di sebuah SMA. Jelas hal itu membuat finansial mereka melemah. Ketiadaan biaya membuat sang ibu mendapat penanganan yang minim. Dunia sungguh kejam, kedua kalinya Maria kehilangan anggota keluarganya. Kali ini adalah sang ibu yang paling dekat dengannya.

0 komentar: