Kisah Domba dan Pemuda

from google.com
Pada suatu masa, hiduplah seorang pemuda perantau. Dari ujung utara ke ujung selatan sudah habis dijelajahinya. Banyak pengalaman hidup yang telah diperolehnya. Banyak hal yang telah dicobanya, tak peduli itu baik ataupun buruk, hingga suatu hari ia tiba di sebuah desa yang begitu sepi. Tempat pertama yang dikunjunginya adalah padang rumput yang begitu hijau dan segar.
 
Baru saja ia hendak duduk, seekor domba menghampirinya. Rupanya domba itu mengincar rumput segar yang berada di sebelah pemuda tersebut. Begitu melihat domba yang putih bersih itu, terbesitlah keinginan si pemuda untuk menjadikan hewan tersebut teman seperjalanannya. Ia memang begitu menyukai domba.
“Adakah yang memiliki domba ini? Bagaimana kalau kuambil saja?” terbetik niat buruk tersebut dalam sang pemuda. Ia berdiri tepat di belakang si domba sambil berpikir.
Tanpa diduga, tiba-tiba domba itu menengok dan berbicara. “Siapa kau?”
Sang pemuda pun terkejut namun segera menguasai diri. “Aku pemuda dari perantauan.” ucapnya. “Aku menginginkanmu. Bagaimana kalau kau ikut aku berkeliling dunia?”
“Tidak. Aku tidak bisa pergi tanpa seizin pemilikku. Apalagi kau orang asing bagiku.” jawab si domba sambil terus mengunyah rumput.
“Ayolah, kita akan bersenang-senang bersama.” Bujuk rayu mengalir dari mulut pemuda itu.
“Apa yang bisa kau perbuat?” tanya domba itu menantang.
Pemuda itu menggeleng. “Entahlah. Yang jelas aku menginginkanmu, wahai domba.”
“Baiklah, kalau begitu temui pemilikku. Rumahnya ada di pelosok kota.”
“Hah, buang-buang waktu saja aku pergi ke rumahnya! Masih banyak yang harus kulakukan!” pikir si pemuda.
“Beliau disana, aku disini. Terlalu jauh. Ayolah, ikut aku, aku berjanji akan merawatmu. Kita akan bersenang-senang bersama.” bujuknya lagi.
“Hei, anak muda, aku masih haram untuk kau bawa pergi selama kau belum menemui pemilikku. Temui pemilikku dan mintalah aku dengan cara yang baik, dengan begitu aku halal untukmu.”
Pemuda itu mendengus. “Tak bisakah kau mengerti? Aku sangat menginginkanmu.”
“Jangan hanya berkata-kata saja. Temui pemilikku atau lupakan aku!” tegas sang domba. Sebelum sang pemuda melakukan hal-hal yang tak terduga, domba betina itu pun menjauh, menuju gerombolan domba lainnya.
“Ya sudah, pergi saja sana. Masih banyak domba lain yang lebih baik.” dumel si pemuda dengan penuh rasa kesal.
Si pemuda pun melanjutkan perjalanannya. Kali ini tujuannya adalah mencari domba sejenis yang pernah diinginkannyaa. Sepanjang hari ia terus berjalan dan berjalan. Disusurinya desa demi desa, kota demi kota, berharap menemukan domba yang sama. Memang banyak domba yang ditemuinya, namun tak satupun serupa dengan domba yang dulu.
Pemuda itu duduk lemas di bawah sebuah pohon. Waktunya habis di perjalanan panjang yang tak membuahkan hasil. Seketika itu pula timbullah rasa penyesalan dirinya yang tak mau memanfaatkan kesempatan untuk mendapatkan domba yang dulu. Ia sungguh merasa menjadi seorang pecundang.
“Sungguh aku merasa menyesal. Mengapa dulu tak kutemui saja pemilik domba itu?” ia terus meratapi diri.
Merasa apa yang dilakukannya itu adalah sia-sia belaka, akhirnya ia memutuskan kembali ke padang rumput yang dulu. Sesampainya di sana, ia kembali bertemu dengan sang domba.
“Hei, domba, kali ini aku datang untuk menemui pemilikmu.”
Sang domba terperangah. Belum sempat ia berkata-kata, sang pemuda kembali berseru. “Maukah kau menunjukkan rumah pemilikmu padaku? Aku akan menemuinya segera.”
Tiba-tiba dari arah berlawanan, datanglah seorang pemuda lainnya yang jauh lebih gagah dan tampan. “Sahabat, kau terlambat. Domba yang kau inginkan sudah berpindahtangan. Seorang pemuda datang menemui pemiliknya. Ia bekerja untuk sang pemilik dan mendapatkan domba yang dahulu kau inginkan.”
Pemuda itu terperanjat. “Siapakah pemuda itu?”
“Aku.” jawabnya. “Aku tak akan mengizinkan kau untuk menyentuhnya sedikitpun sebab ia telah sah menjadi milikku dan tak akan kuberikan pada siapapun.”
Pemuda itu begitu terkejut mendengarnya. Rasa penyesalan semakin menghinggapi dirinya. Berbagai tudingan dalam hatinya mencerca dirinya. Mengapa, mengapa, mengapa?
“Jangan bertanya mengapa,” sang pemuda kedua seolah mengetahui apa yang dipikirkan si pemuda. “Itulah keputusan yang sudah kau buat. Lain kali, selagi kau punya kesempatan, manfaatkan dengan baik. Untuk mendapatkan sesuatu diperlukan pengorbanan, bukan hanya omong kosong belaka. Harus kau camkan itu.”
Sang pemuda kedua membawa domba itu pergi menjauh dari pemuda pertama.
-----
Ikhwah fillah, apa yang dapat kita petik dari cerita di atas?
Ya, sesuai dengan yang dituturkan pemuda kedua, bahwasanya dalam menginginkan sesuatu tidak selayaknya kita hanya berucap saja. Namun, harus pula diiringi dengan perbuatan/usaha sebab itulah yang akan dinilai Allah. Jadilah pribadi yang berani, selama dalam syariatNya. Mari mempersiapkan diri menjadi yang lebih baik untuk mendapatkan yang sepantasnya. Kunci dari pencapaian sesuatu adalah ikhtiar, berusaha sambil berdoa. Dengan begitu, niscaya Allah akan meridhoinya. Aamiin ya Rabbal alaamiin.
Wallahualam bishshowwab.
oleh : Visya Al Biruni
-dimuat di dakwatuna.com pada 10 September 2012 dengan sedikit gubahan-
Semoga bermanfaat ^^

0 komentar: