Segalanya Masih Bisa Berubah… (Marriage Edition)


Pernahkah ga sih kamu membuat jadwal harian atau janjian sama seseorang tapi tiba-tiba karena satu dan lain hal jadwal tersebut tidak terlaksana sesuai rencana atau janji tersebut harus dipending atau bahkan dibatalkan? Sepertinya sebagian besar dari kita (tentu) pernah yaa..

Nah di postingan kali ini aku akan sedikit share tentang “Segalanya masih bisa berubah”. Ehm, lebih menjurus ke tentang pernikahan sih, hehe. Sebelumnya aku ingin mengawali sebuah kisah. Kisah ini kudapatkan beberap hari lalu dari seorang yang mengalaminya secara langsung, sebut saja Ukhti A. Mari kita simak kisahnya…


Alkisah terdapat seorang perempuan dan seorang laki-laki yang telah berproses (re: ta'aruf). Kemudian keduanya bersepakat untuk menyegerakan. Lamaran telah dilaksanakan. Tanggal pernikahan sudah ditentukan. Segala persiapan tengah dilakukan. Hingga suatu ketika...

Sang laki-laki yang merupakan lulusan fakultas kedokteran ternama itu harus menerjunkan diri ke daerah bencana. Batin sang perempuan mulai diuji. Di tengah persiapan dan waktu pernikahan yang tak lama lagi... Si lelaki tak dapat dihubungi! Tak berhenti sampai di situ. Pada suatu hari yang sungguh mengejutkan dari tanah bencana sang laki-laki menelponnya dan menyampaikan keputusan bahwasanya ia tak bisa melanjutkan pernikahan ini sebab ia telah menikahi seorang janda dua anak di tanah bencana.

Bak petir di siang bolong si perempuan tampak terkejut. Tapi ia berusaha tegar. Ia mengungkapkan rasa bahagia dan salutnya atas keberanian si laki-laki. Ia tahu laki-laki itu adalah lelaki sholih. Meski tak dipungkiri, ada rasa sakit menghujam dadanya. Seluruh rencana yang dulu dilihatnya manis di depan akan luluh lantak sekejap.

Pihak orangtua laki-laki menyampaikan permintaan maaf sedalam-dalamnya. Tak ada yang bisa dilakukan selain menyiapkan rasa keikhlasan yang begitu banyak dan kelapangan hati yang luas.

Seminggu lamanya ia tak keluar kamar. Sebulan lamanya ia tak keluar rumah sedikitpun. Butuh waktu baginya untuk bangkit dan memperbaiki hati.

Hingga tak berapa lama, seorang teman seorganisasi masa kuliahnya datang memintanya. Tak perlu waktu lama, keduanya pun menggenapkan diri. Seorang laki-laki teman sepermainan yang tak disangkanya akan menjadi imam hidupnya. 

Lagi dan lagi, Allah sebaik-baik pengatur rencana.

Nah dari kisah itu kita bisa melihat bahwasanya khitbah bukan segalanya Bukan berarti sudah dikhitbah lalu berpikir bisa "ngapa-ngapain" dalam artian bisa berkomunikasi sesuka hati atau bahkan mengganggap si dia sudah jadi milik kita?

Oh no. Kita kudu buka mata lebar lebar ukh. Khitbah itu berarti proses seorang laki-laki meminta seorang perempuan. Dan satu hal yang pasti, setelah sang perempuan menerima, maka ia tak boleh menerima khitbah dari orang lain. Beda loh yaa dengan kasus yang marak di era kini; booking atau tag-tag-an. Tanpa kepastian jelas. Goodbye~

Rahasiakanlah
Rasulullah SAW memang ga ngewajibin tapi MENGANJURKAN umatnya untuk ga mengekspos khitbah.

"Rahasiakanlah lamaran, umumkanlah pernikahan." begitu kata Nabi.

Kenapa? Ya karena segala sesuatunya masih bisa berubah sekalipun khitbah sudah terlaksana. 

Hmm tapi maksudnya merahasiakan itu seperti apa ya? Cuma kita dan calon aja gitu yang tau?

Well sejauh pemahamanku yang dimaksud dirahasiakan adalah cukuplah keluarga inti kita dan keluarga inti calon yang mengetahuinya. Meski ga dipungkiri mungkin banget akan ada keluarga lain di luar keluarga inti yang mengetahuinya.

Pernah ga sih kam terkejut tatkala selembar undangan tersampaikan olehmu?
"Wah ga ada angin ga ada hujan udah mau nikah aja?"
"Oalah si A mau nikah sama B, kapan dekatnya?"

Para sholih dan sholihat yang paham, tentu akan berusaha menjaga hati, diri dan lisan agar tak berkoar-koar sebelum waktunya.

Sekedar saran, ketika kamu mendapatkanundangan pernikahan, jangan dulu ucapkan selamat atas pernikahan (lah wong belum akad juga 😂 kecuali yag disebar undangan resepsi aja) tapi doakanlah semga dilancarkan dan dijaga Allah keduanya hingga hari H. Agar tetap berada pada koridorNya :)

Nah karenanya yuk coba beri pemahaman sejak dini pada ortu tentang "rahasia" ini. :)

(Bukan) Tentang Rasa Malu
Anjuran untuk merahasiakan bukan serta merta karena takut malu kalo ga jadi. No. Bukan. Itu sih lebih ke gengsi. Anjuran untuk merahasiakan agar kita punya rasa malu, rasa malu untuk tetap menjaga batasan-batasan pergaulan dengan si dia yang belum jadi "siapa-siapa" kita.

Dia Belum Jadi "Siapa-Siapa" Kamu
Ya iyaalaah dia itu belum jadi siapa siapa kanu ukh, apalagi dibandingkan sama kedua orangtuamu yang sudah membesarkanmu sejak lahir hingga detik ini. Dia "hanyalah" orang baru yang menawarkan diri untuk masuk ke kehidupanmu dan menawarkan kehidupannya untuk kamu masuki.

So, karena kita udah tau dia belum jadi "siapa-siapa" , masih rela ngasih ini itu ke dia? Masih rela nurut banget ke dia? Please say NO~~ Oh iya inget, beda loh antara nurut (banget) dan menghargai pendapatnya. Misal, kamu dan dia (yang juga disertai pihak ketiga) lagi diskusi soal konsep pernikahan. Dia meminta usul A, nah kamu ga harus nurut. Kalo kamu merasa oke dan setuju, oke ambil tapi kalo ngga, ngga usah segan mengutarakan pendapatmu yaa.


Tak Perlu Cinta
Ga perlu kita merasa memiliki karena emang belum ada rasa saling memiliki, bahkan ga butuh yang namanya cinta.

Nahloh terus yg dibutuhkan apa?

Rasa percaya dan komitmen. Rasa percaya bahwasanya ia adalah lakilaki/wanita sholih. Komitmen utuk bersama hidup di jalan Allah.

" Tak perlu cinta sebelum pernikahan. Yang terpenting adalah keimanan dan kesamaan visi di masa depan serta komitmen untuk mempertahankan. Sebab cinta akan terasa, jika kita terbiasa. Ini hari kedua kami saling bersama.. Dan kami mulai (saling) jatuh cinta!" 💙
#loveafterakad #visyandi #Septrip #LovebyJourney

Nah karena udah jelas khitbah itu memang suatu kesepakatan untuk ke jenjang pernikahan meski segalanya masih bisa berubah so coba pikirkan lagi untuk melakukan foto pre-wedding apalagi kalo fotonya sampai ada sentuhan sebelum waktunya.

Nah ganti lah dengan konsep baru: foto postwedding. Kan enak lebih free hehe.

Oke kalo tadi aku share kisah orang lain, sekarang aku mau share dikit kisahku. Lebih tepatnya kisah pasca khitbah.

Tanggal 10 Juli 2016 dia untuk kali pertama datang ke rumah dan untuk kali pertama pula kita bersua. Sore harinya diputuskanlah tanggal pernikahan. Karena domisiliku dan si dia berjauhan, maka fasilitator kami langsung berinisiatif untuk membuatkan kami grup WA. Hingga disepakati lamaran 31 Juli 2016.

Di awal proses ta'aruf aku sudah berazzam pada diriku untuk ga japri-japrian apalagi telpon2an sama sidia. Nanti baru pasca akad aku akan melakukannya. Hehe ini sebetulnya keinginan pribadi aja sih. Menurutku chat pribadi diperbolehkan selagi masih dalam batasan dan ga berlebihan. Tapi kalo bisa lewat orang lain yang dipercaya, why not?

Pernah suatu kali sidia ngejapri karena kakak fasilitator kami tak jua merespon di grup. Itupun ngejaprinya ga lebay ya hehe. Tapi emang dasar kekeuh-an akunya, yaudah atuhlah aku cuekin wkwk peace honey~😂

Oke kembali ke grup WA yang diisi olehku, sidia, kakak fasilitator dan saudariku. Hectic banget hampir tiap hari bahas ini itu mengingat jarak lamaran dan pernikahan hanya 1 bulan. 

Satu hal yang selalu aku tanamkan, yang aku yakin dia juga lakukan, adalah bahwa proses kita "baru" sampai pada khitbah jadi ga usah lebay. Bahkan sosmed kami pun baru berteman. Bukan sengaja, tapi karena emang awalnya ga saling tau.. Ga mau like like di Facebook, love love di IG. Pokoknya semacam jaga diri gitu. Namanya juga perempuan, harus jaga harga diri tapi juga ga perlu memberatkan apalagi kalo berkaitan dengan materi.

Dan... alhamdulillah biidznillah akad pun terucap. Mitsaqaan ghaliza telah didengarkan hingga ke arasyNya. Dan.. untuk kali pertama kami bertatap muka. Yap saatnya untuk berbuka setelah berpuasa. :))

Kami yakin tak semua orang punya kisah yang sama persis. Tak semua orang setuju dengan prinsip kami. Bahkan mungkin ada yang seprinsip tapi karena berbagai kendala sulit untuk melakukannya. Wallahu'alam. Apa yang kutuliskan ini semata-mata untuk berbagi dan semoga ada hikmah yang bisa diambil :)

Jakarta, Oct 31st 2016
in LDM
@visyabiru

0 komentar: