"Gadget untuk anak bukanlah penyakit untuk dihindari. Bukan pula monster untuk ditakuti. Ia adalah 'penolong' jika orangtua mampu bersikap bijak."
Moms, siapa di antara Moms yang menghabiskan masa kecil dan remaja dengan gadget? Berikut hasil survey kecil-kecilan saya via Instastory.
Jawabannya sebagian besar 'mengenal' gadget di atas usai 15 tahun atau jelang remaja akhir. Tapi di era digital seperti saat ini? Hmm, bahkan dari usia balita pun anak sudah mengenal gadget. Betul?
Sebagai seorang sarjana pendidikan (walaupun fakultasnya MIPA 😂), saya merasa ruh pendidikan sudah memggerayangi diri saya. Duh seram ya bahasanya? Well, serius, saya sudah jatuh hati dengan dunia pendidikan khususnya anak-anak (usia TK-SD-SMP). That's why saya langsung excited begitu ada talkshow 'Raising Children In Digital Era'. Talkshow ini membahas tentang bagaimana cara mendidik anak di era digital oleh Elizabeth P Santosa atau yang akrab disapa Miss Lizzie, seorang psikolog handal.
"Coba ibu-ibu sebutkan permasalahan parenting yang sedang atau masih ibu-ibu alami hingga detik ini."
"Ngga bisa lepas dari smartphone."
"Nonton TV terus."
Saya tertarik dengan salah satu pengalaman dari Miss Lizzie bagaimana memanfaatkan gadget untuk mendidik anak.
Miss Lizzie meminta anak sulungnya duduk dengan kertas gambar dan pensil di hadapannya. Beliau kemudian menyalakan TV yang terkoneksi dengan internet. Apa yang beliau lakukan? Menyetel video cara menggambar. Sang anak memperhatikan dengan saksama sambil meniru. Alhasil sang anak bisa menggambar obyek yang dicontohkan!
Well.. Childreen see, children do.
Untuk manajemen pemakaian gadget, ia hanya memperbolehkan anaknya memegang gadget di Jumat siang pukul 13.00-15.00. Ya, hanya dua jam seminggu. Barangkali Moms yang memiliki anak seusia beliau, bisa menirunya :)
Moms, siapa bilang anak tidak boleh 'berteman' dengan gadget? Boleh kok. Kenapa kita harus berteman dengan gadget?
Alasan utamanya adalah: banyak ilmu bermnafaat yang bisa prangtua dan anak dapatkan melalui gadget terkoneksi internet. Misal, kegiatan bermain dengan anak, cara memasak ini itu, cara mewarnai, menggambar, dll.
Meskipun tentu banyak buku-buku cetak yang memuat ilmu tentang itu, tapi saya sendiri merasakan betapa lebih menghemat waktu, tenaga dan biaya jika menggunakan gadget, hehe.
Berteman dnegan gadget, boleh, tapi ada rule-nya dalam menggunakan gadget khususnya bersosial media. Lantas, bagaimana 'rule' yang tidak menekan anak maupun orangtua ya?
Pertama, penggunaan sosial media tidak diperuntukan untuk anak usia dibawah 13 tahun. Catat!
Kedua, sepakati peraturan dasar dengan anak, berkaitan dengan waktu dan durasi. Contohnya? Seperti yang diterapkan oleh Mrs. Lizzie pada anak-anaknya.
Kenalkan pula pada anak manfaat dan bahaya teknologi.
Ketiga, jangan pernah membiarkan anak menggunakan laptop/ komputer di kamar, khususnya untuk anak dibawah usia 14 tahun.
Keempat, bertemanlah dengan media sosial anak juga ya, tapi tanpa judgement. Orangtua juga harus tahu dengan siapa anak biasa berinteraksi di dunia nyata dan dunia maya. :)
Berteman sih, tapi harus tetap aware. Kenapa sih kita harus 'berteman' sekaligus aware dengan gadget?
Salah satu alasan utamanya adalah kemungkinan terjadinya cyberbully, pornografi dan adiksi serta sexting jika penggunaan gadget aada anak tidak diawasi.
Lantas bagaimana dengan anak saya yang berusia kurang dari 13tahun? Berarti 'aman' ya dari pengaruh gadget dan social media?
Sayangnya kita belum bisa bernafas lega, Moms. Pasalnya berdasarkan data yang ada, justru anak usia <13 tahun memiliki kesempatan yang lebih luas terindikasi pengaruh gadget, salah satunya pornografi. Sekali ia mengenal pornografi, akan sulit menghilangkannya karena memori otaknya bekerja begitu cepat untuk mengingat. Serem? Iya banget, Moms!
Ditambah marak kasus sexting yang korbannya adalah anak usia <13tahun. Ngeriii!
Apa yang saya sampaikan ini bukan untuk membuat sekedar takut tapi juga AWARE sebagai ibu. Apa sih yang bisa kita lakukan?
Pertama, tetapkan aturan, mulai usia berapa anak boleh dikenalkan dengan gadget. Misal, usia 5 tahun.
Kedua, anak hanya boleh melihat gadget bersama Moms atau Dads, untuk beraktivitas. Misal, belajar menggambar/mewarnai, melihat film edukasi, dll. Selebihnya, no gadget.
Ngomong-ngomong soal gadget addicitve, saya sungguh terharu dengan kisah Mona Ratuliu berikut ini.
Beberapa tahun lalu anak sulung Mona menjadi gadget addictive. Dengan terpaksa, demi masa depan sang anak, ia melarang sang anak menyentuh gadet selama setahun. Bagaimana respon sang anak?
Beberapa tahun lalu anak sulung Mona menjadi gadget addictive. Dengan terpaksa, demi masa depan sang anak, ia melarang sang anak menyentuh gadet selama setahun. Bagaimana respon sang anak?
Marah, tentu saja. Mona harus mengorbankan perasannya selama setahun. Setelahnya? Ternyata sang anak tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik, dalam hal attitude maupun intellegences.
Sst, kisah itu ada di buku Mona terbaru berjudul Digital Parenthink lho! Bagi yang berminat boleh colek saya, hehe.
Dari pemaparan dan contoh kisah di atas, bebera poin yang bisa dilakukan menghadapi anak yang sudah adiktif terhadap gadget, baik smartphone atau TV adalah sebagai berikut:
Pertama, jangan REAKTIF. Artinya jangan langsung menjudge anak. Kontrollah diri Moms dengan baik. Mulailah menerima kenyataan dan cari solusi bersama
suami.
Kedua, mulailah mempraktikkan aturan main yang baru. Anak akan menangis dan marah di AWAL SAJA.
Ketiga, beri konsekuensi atas kelalaian anak dan reward atas keberhasilan anak.
Ke-empat, bersabarlah dalam prosesnya.
Percayalah, perjuangan mendidik anak tanpa menjadikannya gadget addictive itu tak mudah untuk era millenial seperti saat ini.
Last but not least, orangtua adalah teladan. Childreen see, children do. So, it's a must to have a good manner. Tiap kali mau berbuat 'menyimpang', ingatlah bahwa kita dalah orangtua. Semoga anak-anak kita tumbuh menjadi pribadi yang jauh lebih baik dari kita, aamiin.
Mengutip pepatah dari Ki Hajar Dewantara:
Ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.
Ini artinya, orangtua harus mampu menjadi teladan di depan, teman bercerita di tengah dan penyemangat atau pendorong di belakang.
Makna lainnya adalah saat anak baru lahir hingga ia mencapai fase remaja orangtua adalah teladan di depan. Saat ia memasuki fase remaja hingga dewasa, orangtua adalah teman untuk bercerita. Ketika ia sudah dewasa, orangtua adalah penyemangat atau pendorong di belakang.
Dear Moms, apa yang saya tuliskan di atas adalah ilmu yang saya dapstkan pada sesi talkshow tempo hari dan ditambah opini saya. Silakan jika Moms lain mau berpendapat. Yuk kita berdiskusi demi mendidik anak-anak kita di era digital ini :)
Sekilas Tentang SIS Bona Vista
Setelah sesi talkshow kemarin, kami diajak melakukan school tour. Senang? Banget. SIS Bona Vista merupakan singkatan dari Singapore Intercultural School yang terletak di Kompek Bona Vista, Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Sebagai seorang penduduk Jakarta Selatan, saya sudah pernah dengar nama sekolah ini sebelumnya. Tapi baru hari ini berkesempatan mengeksplor lebih dalam tentang sekolah ini.
SIS Bona Vista adalah salah satu recommended Singapore school lho! Kenapa?
Pertama, desain sekolahnya unik ya, anak secara tidak langsung belajar tentang ruang dan warna.
Kedua, ruang kelaspun didesain begitu cerah, penuh dengan karya anak-anak. Ini menunjukkan SIS Bona Vista mengedepankan kreativitas anak-anak dalam pembelajarannya. Ini fakta dalam kegiatan pembelajaran di kelaspun demikian.
SIS Bona Vista adalah salah satu recommended Singapore school lho! Kenapa?
![]() |
Ruang Perpustakaan yang Begitu Apik |
Pertama, desain sekolahnya unik ya, anak secara tidak langsung belajar tentang ruang dan warna.
![]() |
Ruang Kelas (1) |
![]() |
Ruang Kelas (2) |
Kedua, ruang kelaspun didesain begitu cerah, penuh dengan karya anak-anak. Ini menunjukkan SIS Bona Vista mengedepankan kreativitas anak-anak dalam pembelajarannya. Ini fakta dalam kegiatan pembelajaran di kelaspun demikian.
![]() |
Hasil Karya Siswa (1) |
![]() |
Hasil Karya Siswa (2) |
Ketiga, SIS Bona Vista dibagi menjadi Play Club (usia 18bulan - 4 tahun), Pre School, Primary School dan Secondary School. Kurikulum yang digunakan adalah iB, sama dengan jenis kurikulum yang sedang saya pelajari saat ini. Kurikulum ini sudah diakui secara internasional.
Bagi Moms yang ingin tahu lebih lamjut, cuss langsung meluncur ke media sosial SIS Bona Vista
Web: www.sisschools.org/sis-bona-vista
IG: www.instagram.com/sisbonavista
Sst, SIS Bona Vista lagi open early pendaftaran yuk! Bagi Moms sekalian yang merasa cocok, bisa langsung mendaftar akan Moms. Bad news-nya, kuota terbatas hanya untuk 20 applicants memenuhi syarat. Good news-nya, ada beasiswa untuk murid Indonesia lho!
Good news lagi, tanggal 15 September bakal ada open house SIS Bona Vista. Grab ypur seats soon!
"Pendidikan bukanlah persiapan untuk hidup, melainkan kehidupan itu sendiri."
John Dewey-
Emang jadi ortunya harus "tega" yaaa, kzl kadang suka kalah sama rengekan dan tangisan anak yang minta main gadget.
BalasHapusIyaa mom kudu kuat mental dna kuat ati yaa jadd ibu tuh.
Hapusuntuk gadget sendiri sih aku gak ngelarang ke anak2 tapi ya emang dibatesin.. ada waktu kapan buat mereka bisa screen time, termasuk nonton tv ya ini.. karena anak2 aku masih dibawah 5tahun semua, aku lebih milih rumah berantakan mainan terus berisik dan gaduh, ketimbang anak anteng tp mainan gadget atau nonton tv hihihi..
BalasHapusBetul bun memang harus ada yg dikorbankan hehe
HapusKalau yang jawab diatas 15 tahun bar pegang gadget, sepertinya seangkatan saya era 90an hehehe. Jaman skrg anak bayi juga udah dikasih gadget kayaknya
BalasHapusWaah sama mba kita 90-an hehe akupun baru pegang gadget pas SMP.
HapusWaduh bayi pegang gadget XD
Liat sekolah seperti jagi pingin sekolah lagi. Bikin nyaman apalagi perpustakaannya
BalasHapusBetuuul nyaman banget bikin anak betah.
HapusSebaik baik nya bermain gadget memang membutuhkan konsistensi waktu. Boleh saja bermain gadget tapi tetap bermain juga ditaman bersama teman teman. Saya suka pusing ketika bermain gadget lebih dari 1 jam.
BalasHapusKitapun orang dewasa juga harus mengontrol diri terhadap gadget ya kak.
Hapussaya juga memilih untuk tetap mengenalkan gadget kepada anak-anak karena memang sudah zamannya. Tetapi, tetap harus ada aturan yang lumayan ketat
BalasHapusWah aturan yg bijak nih bun. Tidak melarang tapi tetap mengawasi.
HapusIni sekolah keren banget memang, dulu bos di kantor anak-anaknya sekolah di sini
BalasHapusWaah. Fasilitasnya oke punya ya bun.
Hapussuka banget sama2 kata2 terakhirnya Mbak.. bahwa pendidikan adalah bagian kehidupan.. satu tahap proses aktualisasi diri untuk membuat kita jadi lebih baik..
BalasHapusAkuoun suka banget kata kata itu daru zamannya masih mahasiswa haha mahasiswa pendidikan.
HapusWah keren nih mom visya temanya pendidikan anak Mulu, skarang SIS Bona Vista..well aku jadi mulai tertarik ngepoin sekolahsekolah Singapur ini
BalasHapusAlhamdulillah bun lg mencobs istiqomah menulis tentang parenting dan pendidikan :) cuss dikepoin.
HapusPersoalan gadget ini adalah persoalan para ibu-ibu yang sudah memiliki anak. Karena memang anak kalau sudah merasa asik dengan gawai jadi suka gak mau disuruh udaha. Makanya saya lebih memilih memberikan bermain gawai setiap hari libur dan itu saya batasin
BalasHapusWaah aturaa yg bijaj nih bun. Noted.
HapusYes gadget jadi teman bukan musuh. Saya juga masih memanfaatkan internet kalau Abang bertanya soal pelajarannya yg tidak bisa.
BalasHapusHihi alhamdulillah yah bun.
HapusGadget kall sama aku masih bisa diatasi. Tapi penggunaan tipi masih peer buat dikurangi biarpun ada jamnya sih. Aku demen sama metode yang didapaparkan sama sekolah sis, area belajarnya juga luas
BalasHapusHuhu samaa bun. TV pun aku sendiri masih berusaha membatasi nih dan skrg TV nya rusak. Mungkin pertanda harus ngurangin jam nonton TV 😅
HapusGadget masih jadi permasalahan orangtua terhadap anak. Saya nggak ngelarang anak main handphone, asal tahu apa yang mau dilihat, misal nonton kartun di YouTube.
BalasHapusYaap harus tetap diawasi ya mom.
HapusPenggunaan gadget memang harus diawasi dan kontrol oleh orangtua ya
BalasHapusBetul banget mom.
HapusLha itu kenapa wajahnya ditutup mbak? #dibahas xixixi
BalasHapusBetul anak2 tu tiruan kita, jd sebaiknya introspeksi kalau ada yg keliru. Misal pakai gadget, ortunya gmn 24 jam megang gadget terus or gmn, walau kita gk bis alarang setidaknyabatasin yaa hehe
TFS :D
Bare face banget mbaa, wkwk. Betul kita ortu harus jadi teladan yaa.
HapusMasama mbaa.
SIS Bona baru tahu saya mbak. Anak2 emang harus pintar2 kita dalam memberi pendidikannya agar mereka tidak salah jalur dalam bertindak
BalasHapusIyaa nih mba yuk dikepoin hehe. Betul harus tetap diawasi yaah.
HapusBaru denger sih sekolah ini kayaknya lumayan mahal ya biayanya juga tp relevan sama kurikulum dan pedidikannya
BalasHapusLumayan sih mom tapi emang worthed sama fasilitas dan sistem pembelajarannya.hehe.
Hapusulasannya lengkap banget mbak ... tfs yaa .. saya suka sekolah yang halamannya luas dan kelasnya nyaman begitu .. kapan sekolah kita kayak begitu ya hehe
BalasHapusSomeday saya bangun mom. Hehe. Doa aja dlu :D
HapusAku pribadi baru kenal gadget pas kuliah karena memang dulu blm se booming ini pemakaian gadget. Nah klo krucils sekarang udh kenal gadget dari piyik kayaknya. Obat supaya anteng disuapin makan di high chair, pasang video dari gadget.
BalasHapusWaah keren mba baru kukiah pegang gadget, aku malah pas SMP hehe.
Hapus