Ini adalah buku kedua yang aku checkout di tahun ini. Buku yang aku beli secara offline di Gramedia Jalma, saat mendapat voucher Rp50.000 di bulan Agustus. Lumayan.
Jujur, awal baca buku ini, baru beberapa halaman awal aku sempat berhenti dan mempertanyakan "apakah aku salah beli buku?"
Hingga akhirnya aku take a break dan berpindah ke buku non fiksi lainnya. Barulah di akhir bulan Oktober aku kembali membaca buku dan surprisingly, aku sangat menikmati membacanya. Bahkan aku menyelesaikan buku ini dalam satu pekan saja!
Yuk disimak highlighted points yang aku dapat dari buku ini, baik itu tentang ilmu marketing maupun pengembangan hidup.
Perbedaan marketing dan sales saat seorang mendekati seorang wanita. Maketing ada proses si pria membuat si wanita tahu bahwa si pria ada dan punya citra positif sehingga ia menginginkan kamu. Sedangkan sales adalah aktivitas "closing" yang berada di ujung yakni saat melamar untuk meng-convert si wanita menjadi istri.
A brand is a set of promises.
Prinsip marketing dalam filosofi hidup adalah jawaban dari pertanyaan apakah kamu berguna bagi orang lain? Jika odang lain mengingat namamu, apa yang terpikir olehnya? Apalah kehadiranmu membantu "menyelesaikan" masalah seseorang?
Positioning adalah asosiasi terkuat yang dimiliki brand tersebut di benak konsumen. Contoh ketika disebut mobil kelurga, yang muncul adalah merek A. Maka merek A punya positioning sebagai "mobil keluarga".
Positining dalam konsep diri adalah sebagai manusia, kita ingin diingat sebagai orang hang seperti apa? Siapa saja yang merasakan manfaat dari keberadaan kita, siapa saja yang akan kita "layani" (Ttrget market) dan adakah yang akan kehilangan dirimu jika kamu tidak ada?
Positioning diri juga tentang apa manfaat kita bagi orang-orang tersebut.
Pemahanan mendalam mengenai produk/jasa sebaiknya juga dimiliki oleh pihak di luar perusahaan yang terkait dengan marketing seperti agency/brand communication.
Tantangan marketer adalah memastikan "perjodohan" antara kebutuhan konsumen dan janji merek.
Sama seorti marketer yang harus mengenal produk/jasanya dengan baik, kitapun harus mengenal diri kita dengan baik.
Sebagaimana marketing harus memilih target market yang paling cocok intuk dilayani, baik secara organik dan komersial, kitapun harus memprioritaskan siapa siapa saja hang penting dalam hidup kita.
Jendela Johari adalah framework yang digunakan untuk mengetahui kemampuan/kelebihan dan kelemahan/kekurangan kita yang terlihat atau belum terlihat oleh diri sendiri atau orang lain.
Untuk lihat diri sendiri dengan jelas, terkadang kita perlu meminjam mata orang lain.
Penting untuk sebuah merek untuk mengetahui produk/jasanya, sebagaimana juga perlu mengenali diri sendiri dan manfaat kita bagi manusia lain.
Brand yang tahu apa yang ia tidak mau lakukan akan memiliki arah strategi yang jelas.
High context culture adalah negara dengan budaya komunikasi yang berfokus pada apa yang tersirat (tidak dikatakan atau tertulis) dan banyak basa-basi, misalnya Indonesia dan Jepang.
Low context culture adalah negara dengan budaya komunikasi yang berfokus pada apa yang tersirat (tidak dikatakan atau tertulis) dan banyak basa-basi, misalnya Amerika Serikat.
Pain points adalah masalah yang dihadapi konsumen, yang bisa menjadi kesempatan untuk dipecahkan oleh merek kita.
Dalam hidup, kita juga perlu melakukan "riset pasar" , menentukan orang yang menjadi "target market" kita.
Jika kita tidak cukup peduli untuk meriset kebutuhan orang lain, mengapa orang lain harus peduli dengan kebutuhan kita?
Cost sebuah segmen bukan hanya soal uang, tetapi juga waktu, kesehatan fisik, dan kesehatan mental karyawan/staf.
Setiap kebutuhan kita akan produk dan jasa hampir pasti terdiri dari kebutuhan fungsional dan emosional.
Pentingnya memiliki perspektif yang lebih utuh mengenai persaingan untuk menghindari kacamata kuda yang membuat kita terlalu fokus pada definisi kategori, dan melupakan kebutuhan konsumen.
Seneca, sang filsuf Stoa, mengatakan bahwa manusia sangat aneh perihal waktu. Manusia akan siaga menjaga tanah atau harta bendanya agar tidak diambil orang. Namun manusia yang sama membuang-buang waktu ga untuk orang lain (secara tidak bijaksana).
Perbedaan positioning merek dan positioning diri adalah kamu mungkin perlu beberapa positioning karena suka tidak suka, kamu harus hidup dengan beberapa segmen manusia. Tidak seperti sebuah merek yang hanya memiliki "konsumen".
Kebutuhan bisa diciptakan oleh pemasar yang brilian.
Ketegasan menentukan apa uang bukan dirinya tidak melulu soal harga (menolak membuat versi murah atau sebaliknya). Bentuknya bisa berupa fokus ke kebutuhan segmen tertentu dan menolak melebar ke kebutuhan segmen lain yang terlalu berbeda.
Sebuah penelitian di Denmark menemukan bahwa nama merek yang lebih mudah diucapkan dan diingat (fluent) membuat merek tersebut dipersepsikan memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan nama produk yang lebih sulit diingat/diucapkan.
Tetap autentik pada diri sendiri bukan hanya soal manajemen ekspektasi orang lain terhadap kita. Lebih dari sekadar menghindari kekecewaan atau kesalahan orang lain kepada kita, tetap autentik atau jujur pada diri sendiri juga penting untuk kesehatan mental kita sendiri.
Bentuk "stres" positif lainnya adalah puasa. Ketika tubuh tidak dimasuki makanan dalam jangka waktu (misalnya tidak makan apapun selama 16-17 jam setiap hari) ini menciptakan "stress ringan" (mild stress) pada tubuh.
Dalam artikel "Microbiota Perut dalam Kecemasan dan Depresi" yang dimuat di Jurnal Pharmaceuticals (Basel) edisi April 2023, disebutkan adanya korelasi antara depresi dengan jenis bakteri yang hidup dalam perut kita.
Penampilan bisa menjadi bentuk penghormatan kepada orang lain, dan kepada diri sendiri.
Yang penting adalah kesadaran bahwa "kemasan" kita akan dinilai orang lain, dan mereka akan membentuk persepsi serta opini tentang kita.
Dalam bukunya, Thinking, Fast, and Slow, pemenang penghargaan Nobel, Daniel Kahneman, menjelaskan ada dua "sistem" berpikir manusia yang digunakan manusia sehari-hari yaitu cara berpikir ceplat (tidak perlu berpikir panjang, intuitif) dan cara berpikir lambat (saksama, analitis, dan rasional).
Dalam bukunya, How Brands Grow, ada istilah mental availability yaitu ketersediaan mentah yang artinya seberapa "tersedia" (mudah diingat) sebuah merek ketika kita memikirkan ingin membeli kategori produk/jasa di dalamnya.
Category Entry Point adalah "gerbang" konsumen ke sebuah kategori produk/jasa. Contohnya:
- Produk deodoran: suasana berkeringat di tengah banyak orang
- Produk fast food: jam makan siang kantor yang terbatas
Prinsip dalam komunikasi merek: kita ingin mempermudah konsumen untik menarik merek kita dari "arsip ingatan" secepat mungkin daat mereka membutuhkan sebuah produk atau jasa.
Kesalahan umum yang merek yang baru diluncurkan adalah tidak cukup membangun asosiasi antara merek dengan CEP.
Konsep dasar membuat strategi media adalah mengerti marketing funnel, perjalanan yang dilalui oleh seseorang dari sebelum menjadi customer sampai menjadi pelanggan setia merek kita.
Marketing funnel terdiri dari
- Not aware
- Aware
- Consider
- Conversion
- Loyalty
- Advocation
Salah satu plot paling sering digunakan dalam iklan adalah problem - solusi - sesudah solusi.
Reach adalah berapa banyak segmen target yang bisa dijangkau oleh komunikasi kita (iklan, social media post, dll).
Dalam memilih media komunikasi untuk marketing, periksa duku potensi reach dari masing-masing, barh kemudian faktor lainnya.
Dalam buku His Brands Grow Prigesor Byron Sharp menjelaskan bahwa satu-satunya cara sebuah merek bertumbuh lebih besar adalah dengan terus menerus menjangkau lebih banyak kadang daripada jumlah konsumennya sekarang.
Frekuensi adalah seberapa sering target audience terpapar pada komunikasi yang sama agar efektif.
Brand asset adalah apapun di luar nama merek yang bisa mengingatkan seorang calon konsumen akan merek tertentu.
Jenis-jenis brand aset.
- logo
- tagline/slogan
- musik, suara, dan jingke
- font
- bentuk kemasan
- seleb, karakter, atau maskot
- warna agau kombinasi warna
- gaya beriklan
Marketing Public Relation adalah penggunaan strategi dan taktik kehumasan untuk membantu mencapai tujuan-tujuan pemasaran.
Marketing PR prinsipnya adalah earned media, article exposure, pemberitaan dan postingan yang didapatkan bukan karena dipesan (bayar), tetapi karena dianggap layak untuk dikomunikasikan.
Jika brand marketing bertujuan meningkatkan mental availability merek di benak sebanyak mungkin orang, sedangkan performance marketing menawarkan iklan yang menjual (conversion).
Brand marketing, dalam marketing funnel, berada di fase aware - consider. Sedangkan performance marketing di fase conversion.
Brand marketing menjangkau kebanyakan orang (dimana sebagian besar belum merasa membutuhkan produk atau jasa yang kita tawarkan). Performance marketing menjangkau sekelompok orang yang sudah lebih serius mencari produk atau jasa yang kita tawarkan (in-market).
Merek diuntungkan jika memiliki reach seluas mungkin, manusia juga demikian. Untuk itu penting memperluas kenalan dan jejaring, tapi tidak asal berteman.
Tidak mempromosikan diri jangan dianggap sebagai kerendahan hati, tetapi kegagalan menciptakan kesempatan.
Solusi dari masalah komunikasi diri yang tidak konsisten bukan terletak pada ranah komunikasi melainkan karakter yang autentik. Tampilkanlah dirimu yang sejati, atau ubahlah jati dirimu mendekati sosok yang kamu inginkan. Hanya ketika ucapan, perbuatan, dan pikiran sungguh selaras, komunikasi diri kamu bisa konsisten di jangka waktu lama dan bisa menciptakan positioning yang kuat.
Menurut buku How Brands Grow, ada beberapa bahaya penggunaan diskon yang tidak hati-hati oleh merek yang sudah kuat:
- hanya menguntungkan pelanggan setia
- hanya menggeser waktu penjualan
- menarik jenis pemburu dikson, bukan konsumen setia
- bisa menyulitkan merek untuk berhenti
Berbagai pendekatan pricing
- Cost Plus Pricing: berapa banyak keuntungan yang ingin diambil dari harga produksi?
- Value based Pricing: harga berdasarkan kesediaan konsumen membayar
- Competitive Pricing: metode penetapan harga berdasarkan harga yang sudah ditetapkan oleh kompetitor-kompetitor kita.
- Dynamic Pricing: harga yang bisa berubah naik dan turun tergantung kondisi, contohnya tarif ojek online
- Product Life Cycle Pricing: harga yang ditentukan oleh siklus "hidup" barang tersebut
- Predatory Pricing: menentukan harga begitu murahnya sehingga menghancurkan kompetitor
"Harga" dirimu bergantung pada "harga" bahan bakumu; bahan baku fisik, semua ilmu dan keahlian, semua relationship & network dan kualitas psikologis & spiritual.
Tidak seperti jasa potong rambut dengan tarif umum yang tertera di papan, "harga" kita berbeda-beda untuk orang-orang yang berbeda pula.
Jika orang kantor lebih mudah mendapatkan waktu kita daripada sjami/istri dan anak-anak kita, ini berarti kita menuntut "pembayaran" yang lebih tinggi dark sjamk/istri) anak-anak daripasa teman kerja kita.
Ada kasus pengecualian dimana merek bisa dibenarkan berada di lokasi yang tidak menguntungkan, untuk tujuan positioning.
"Growth and comfort cannot exist." Ginni Romety, mantan CEO IBM
Place pada ilmu marketing ketika diaplikasikan pada kehidupan pribadi, artinya, ada lokasi-lokasi yang lebih bisa membantu kita mencapai mimpi kita.
Sebuah produk penting untuk mudah dicari dengan search, begitupun dengan manusia. Kemudahan search atas dirimu secara daring, adalah penting.
Perbedaan brand vs commodity, brand memiliki identitas (brand equity) termasuk pada kemasan. Commodity tidak memiliki brand equity. Pada kehidupan personal, jika kita memisahkan peran kita dari identitias kita, siapakah kita? Itulah yang disebut brand equity, apa saja persepsi orang terhadap kita terlepas dari peran kita. Bisa negatif atau positif.
Brand equity seseorang juga bisa menjadi netral. Ketika itu terjadi, maka kita hanya menjadi komoditas.
Ada kesamaan prinsip antara brand growth dan hubungan antar manusia. Orang lain akan kehilangan perasaan terhadap kita hingga akhurnya melupakan kita jika kita tidak aktif memelihara mental & physical availability.
Konsep Customer Lifetime Value (CLTV) memperhitungkan nilai seorang pelanggan dengan asumsi dia setia terhadap kita seumur hidupnya.
Selalu asumsikan semua orang yang berinteraksi denganmu bisa jadi akan bertemu lagi denganmu di masa depan, dan bisa mempengaruhi pencapaianmu.
Merek dan produk punya siklus hidup:
- Perkenalan (launch)
- Pertumbuhan (growth)
- Kedewasan (maturity)
- Penurunan (decline)
Cara mempertahankan eksistensi merek menurut Igor Ansoff
- memakai produk lama yang di pasar yang sudah ada
- dengan produk yang lama, memasuki pasar yang baru
- melincurkan produk baru di pasar yang sudah ada
- meluncurkan produk baru di pasar yang baru
Dalam buku Range: Why Generalists Triumph in a Specialized World karya David Eipstein, mereka yang bisa bertahan di masa depan adalah kaim generalis, bukan kaum spesialis (tidak berlaku untuk dunia kedokteran)
Penerapan product life cucle dalam hidup:
- memiliki mindset "tidak ada yang abadi"
- kembangkan portofolio keahlian, misalnya dengan memiliki side jon, atau belajar skill selain yang ditekuni pada pekerjaan.
- siap untuk "lahir baru", reinvent yourself.
Dalam buku Barking to the Wrong Tree, Eric Barker memberikan saran agar kira mengalokasikan waktu untuk bereksperimen dengan hal-hal baru, dan siap untuk "gagal murah dan cepat" (fail cheap, fail fast).
"Fleksibilitas saja bukanlah strategi yang hebat, tetapi tidak fleksibel bisa menghancurkan strategi hebat." James Clear, penulis Atomic Habits.
Tech winter adalah istilah yang merujuk pada masa ketika dana investasi yang mengucur ke perusahaan-perusahaan start-up mengecil, dan mengakibatkan gelombang PHK karena perusahaan tersebut tidak menghasilkan cukup pendapatan bahkan untuk sekadar menutup biaya operasional mereka sendiri. Di satu sisi perusahaan-perusahaan tersebut telah merekrut besar-besaran dengan upah di atas rata rata. Ibu artinya di luar (ekspektasi) kemampuan di masa depan.
Dari kausus tech winter, bisa disimpulkan betapa pentingnya kemandirian, mengurangi ketergantungan pada pihak lain dan memiliki pengeluaran yang tidak lebih besar daripada pendapatan.
Dua marketing bullshit, menurut buku How Brands Growth, adalah
- konsumen bisa dibuat jatuh cinta pada merek sampai setiap habis-habisan ❌
- perusahaan harus memiliki brand purpose yang lebih tinggi daripada sekadar membuat produk atau jasa yang memenuji kebutuhan konsumen.
Ehrenberg-Bass Institute dalam risetnya, menemukam data bahwa merek dengan pangsa pasar (market share) tinggi cenderung memiliki pelanggan setia lebih banyak dibandingkan merek-merek dengan pangsa pasar yang lebih rendah.
Kita bisa setia bukan karena rasa (cinta), tetapi sekadar karena terbiasa.
Menurut Double Jeopardy Law, ketika kita secara efektif meningkatkan penetrasi (market share), peningkatan loyalty menjadi konsekuensi.
Mengapa terkadang brand purpose itu "tidak relevan"?
- konsumen mungkin lebih peduli pada solusi kebutuhan mereka
- menjadi perhatian tim pemasaran
- berpotensi mengambil purpose general yang sama dengan kompetitor
- menjadi pencitraan yang hanya sebatas komunikasi
- motivasi yang tidak tulus
Pada situasi apa brand purpose benar-benar bermanfaat?
- ketika bukan sekadar basa basi
- menjadi bagian dari visi misi perusahaan yang diperjuangkan oleh pemimpin perusahaan, bukan sekadar pencitraan
- perusahaan sanggup berkomitmen
- purpose tersebut bisa dihubungkan dengan manfaat dari produk atau jasa secara tidak memaksa
- tidak mengabaikan kualitas produk
- bisa menciptakan distinction


0 komentar: