"Mungkinkah.. Kita kan selalu bersama.. Walau terbentang jarak di antara kita.." sayup sayup suara itu membayangi malamku. Suara seorang muridku, untukku.
Tak terasa
Pagi itu, seperti biasa aku mengajar di kelas VIII-4. Usai menjelaskan, kuminta setiap siswa mengerjakan soal latihan.
Seorang siswa menghampiriku.
"Ibu, dengar saya mau nyanyi buat ibu."
Ia pun mulai bernyanyi..
tetes air mata basahi pipiku
di saat kita kan berpisah
terucapkan janji padamu kasihku
takkan ku lupakan dirimu
begitu beratnya kau lepas diriku
sebut namaku jika kau rindukan aku
aku akan datang
mungkinkah kita kan selalu bersama
walau terbentang jarak antara kita
biarkan ku peluk erat bayangmu
tuk melepaskan semua kerinduanku ooh
lambaian tanganmu iringi langkahku
terbersit tanya di hatiku
akankah dirimu kan tetap milikku
saat kembali di pelukanku
begitu beratnya kau lepas diriku
sebut namaku jika kau rindukan aku
aku akan datang
Pagi itu, seperti biasa aku mengajar di kelas VIII-4. Usai menjelaskan, kuminta setiap siswa mengerjakan soal latihan.
Seorang siswa menghampiriku.
"Ibu, dengar saya mau nyanyi buat ibu."
Ia pun mulai bernyanyi..
tetes air mata basahi pipiku
di saat kita kan berpisah
terucapkan janji padamu kasihku
takkan ku lupakan dirimu
begitu beratnya kau lepas diriku
sebut namaku jika kau rindukan aku
aku akan datang
mungkinkah kita kan selalu bersama
walau terbentang jarak antara kita
biarkan ku peluk erat bayangmu
tuk melepaskan semua kerinduanku ooh
lambaian tanganmu iringi langkahku
terbersit tanya di hatiku
akankah dirimu kan tetap milikku
saat kembali di pelukanku
begitu beratnya kau lepas diriku
sebut namaku jika kau rindukan aku
aku akan datang
-Stinky, Mungkinkah-
Terenyuh. Sebegitu beratnyakah perpisahan kami yang tinggal menghitung hari ini?
"Suara kamu bagus. Ibu suka."
Ia tersipu.
Kemudian seorang siswi menggenggam tanganku erat. Matanya menatapku lama, penuh harap.
"Ada apa Ita?"
"Ibu, jangan pergi.." genggamannya kian kuat. Ia berkata seraya menggeleng. "Jangan pergi, Bu."
"Ibu ga pergi jauh. Kita masih bisa bertemu." ucapku.
"Bu Visya kalo kita udah pisah, masih akan ingat terus dengan kami?"
"Iya, insya Allah."
"Kalo kangen gimana?"
"Sms, WA, telfon, boleh."
--
Perpisahan selalu menuai tanya, mungkinkah kita bertemu kembali?
Atau, masih samakah kita ketika perpisahan menjeda temu lalu kita bersua kembali?
Bagaimana jika kita menunggu dipertemukan saja?
Tidak, kita terlalu saling merindu, Nak..
Hei tapi kita masih berada di bawah langit yang sama, bahkan di kota yang sama..
"Jangan menangis, sayang.. Ibu Visya hanya pergi sementara.."
*beberapa hari jelang perpisahan*
Di Bawah Langit BiruNya, 18 November 2014
Terenyuh. Sebegitu beratnyakah perpisahan kami yang tinggal menghitung hari ini?
"Suara kamu bagus. Ibu suka."
Ia tersipu.
Kemudian seorang siswi menggenggam tanganku erat. Matanya menatapku lama, penuh harap.
"Ada apa Ita?"
"Ibu, jangan pergi.." genggamannya kian kuat. Ia berkata seraya menggeleng. "Jangan pergi, Bu."
"Ibu ga pergi jauh. Kita masih bisa bertemu." ucapku.
"Bu Visya kalo kita udah pisah, masih akan ingat terus dengan kami?"
"Iya, insya Allah."
"Kalo kangen gimana?"
"Sms, WA, telfon, boleh."
--
Perpisahan selalu menuai tanya, mungkinkah kita bertemu kembali?
Atau, masih samakah kita ketika perpisahan menjeda temu lalu kita bersua kembali?
Bagaimana jika kita menunggu dipertemukan saja?
Tidak, kita terlalu saling merindu, Nak..
Hei tapi kita masih berada di bawah langit yang sama, bahkan di kota yang sama..
"Jangan menangis, sayang.. Ibu Visya hanya pergi sementara.."
*beberapa hari jelang perpisahan*
Di Bawah Langit BiruNya, 18 November 2014
0 komentar: