From Jakarta to Donggala - Hari Pertama Penuh Cerita

pesawatku terbang ke pulau lain :)
Bismillahirrahmanirrahim..

-Minggu sore di akhir bulan November 2014-

Berkali-kali aku melirik jam di atas pintu masuk Gate 4. Ya, saat ini aku tengah berada di bandara, Soekarno Hatta International Airport tepatnya. Sore ini aku akan melakukan penerbangan ke luar pulau. Seharusnya pesawatku sudah tiba sejak 10 menit yang lalu namun ternyata pihak maskapai bandara memberitahukan bahwa pesawat baru tiba 20 menit lagi. Hujan mengguyur amat deras di luar sana. Ah, sebentar lagi akan kutinggalkan kota ini. Sementara, ya hanya sementara.

“Pemberitahuan bagi penumpang peswat dengan nomor penerbangan GT-370..."

Ah itu pesawatku!
Langsung saja aku menuju Gate 4, melakukan pemeriksaan kemudian menaiki bus menuju landasan pesawat. Singkat cerita aku sudah berada di tempat dudukku. Hmm entah kenapa setiap kali naik pesawat aku selalu dapat posisi duduk di dekat jendela. Tak apa, aku jadi bisa melihat kondisi di luar sana.

Setelah semua penumpang naik dan pramugari memberikan simulasi, pesawat pub mulai lepas landas. Penerbangan kali ini akan memakan waktu 2 jam 30 menit. Dua setengah jam, bukan waktu yang sebentar. Satu jam pertama kuhabiskan dengan tidur. Sungguh mengantuk sekali aku. Lalu setengah jam berikutnya aku mengobrol dengan seorang ibu di sebelahku yang merupakan penduduk asli kota yang akan kudatangi. Kulemparkan pandanganku ke luar. Gelap sekali. Dan..satu jam berikutnya aku mulai ‘kelelahan’. Badanku mulai hangat, kepalaku pusing, perutku terasa mual. Aku berusaha menahannya. Hingga akhirnya pesawat benar-benar mendarat. Alhamdulilah, batinku. Sungguh ini perjalanan terlamaku di pesawat!

Ya Allah, here i am! Sulawesi, untuk pertama kalinya! Ya, Sulawesi Tengah, tepatnya di kota Palu. Tapi di cerita kali ini aku akan menceritakan pengalamanku di Donggala, pengalaman di Palu di postingan berikutnya, Insya Allah.
Welcome to Palu!

Jam sudah menunjukkan pukul 22.00 WITA. Lelah? Sudah pasti. Semula berniat menginap di bandara dan tidak ingin dijemput siapapun, tapi semua rencanaku terbelokkan karena seseorang dan sesuatu hal. Aku pun menginap di sebuah kos-an.

Keesokan harinya di siang hari aku memulai perjalanan baru. Palu bukan satu-satunya tujuanku. Yap, aku akan melakukan perjalanan yang lebih jauh! Sebuah mobil menjemputku di kos-an. Mobil ini merupakan mobil tumpangan dengan trayek Palu-Donggala. Bismillahirrahmanirrahim.. Donggala, aku datang!

Nekat? Tidak juga. Hanya saja mungkin aku terlalu berani. Di dalam mobil baru aku seorang diri penumpangnya, bersama seorang supir. Selain itu ini perjalanan yang tidak bisa dibilang singkat dan mudah. Sepanjang perjalanan banyak sapi di tengah jalan. Ya, disini sapi dilepas begitu saja. Membahayakan bukan? Bukan hanya itu, di satu jam pertama jalanan masih mulus. Tapi di jam-jam berikutnya? Jalanan  amat berkelok-kelok. Innalillahi pusing sangat lah aku -__-

Meski begitu rasa pusingku sedikit terobati begitu melihat pemandangan pantai di sisi kananku. Sepanjang perjalanan bapak seringkali menelpon sang supir. Bapak? Hmm bukan bapak kandungku. Nanti juga kalian tahu siapa.
Pemandangan di sisi kiriku

“Kita dari mana ee?”
Kita? Nah lho!
“Kita? Maksudnya saya, Pak?”
“Iya, kita ee.”
“Saya dari Jakarta, Pak.”
Yang awalnya agak takut, mulai lebih berani mengobrol dengan si supir. Di tengah perjalanan si supir sempat berhenti buat beli buah-buahan pesanan orang di kampung. Nah disitulah awal mula mati surinya hapeku. Pasalnya hapeku tak ada sinyal. Okelah, kuanggap itu hal biasa. Mungkin sedang low sinyal. Mungkin.

Setengah jam kemudian, si supir menjemput penumpang baru. Ada 4 orang penumpang yang merupakan satu keluarga. Alhamdulillah aku tak lagi sendiri.

 Hari mulai makin sore, makin gelap. Kami sudah menempuh 4 jam perjalanan. Aku mulai memasuki wilayah kabupaten Donggala. Ternyata disana merupakan daerah transmigrasi, jadi tidak ada yang namanya penduduk asli. Selain itu juga pembagian wilayahnya dibagi menjadi per komplek provinsi. Misal komplek Jawa Tengah, Jawa Timur, dan lain-lain. Aku ngecek hapeku lagi. O-M-G benar-benar tidak ada sinyal hape IM3ku!! Sudah mana hape Asku habis batre pulaa~
Pemandangan di tengah jalan

Ternyata keluarga penumpang yang semobil denganku turun duluan. Nah lho, mulai panik lagi kan aku. Bagaimana nasibku ya Allah?
“Itu sebentar lagi kita sampai.” kata pak supir berusaha menenangkanku.

Bayangkan saja, aku yang baru kali pertama ke Sulawesi. Langsung ke daerah yang notabene pulihan kilometer dari pusat kota. Pun tak ada keluarga disana! Kalau membayangkannya aki jadi takjub sendiri, kok beraninya ya aku?

Aku husnudzhon aja deh. Hingga akhirnya...tiba juga di rumah yang aku tuju. Inilah rumah ibu Yula, seorang guru SD di Donggala. Yap tujuanku kesini tak lain dan tak bukan adalah mengunjungi SD tempat beliau mengajar. Anyway ini kali pertama aku kesini, belum pernah bertemu Bu Yula sekeluarga sebelumnya. Oh ya yang aku tahu biasanya di rumah Bu Yula hanya ada beliau, Rais (anak bungsu Bu Yula) dan Zuma (keponakan Bu Yul). Aku baru tahu kalau Pak Nudin (suami Bu Yula) sedang ada di rumah karena sewaktu di jalan bapak menelpon sang supir. Oke jadi dugaanku di rumah hanya ada Bu Yula, Pak Nudin, Rais dan Zuma. Itu perkiraanku lho.. tapi ternyata...

Aku turun dari mobil, membayar ongkos. Kulihat keadaan rumah begitu sepi. Baru beberapa langkah aku masuk ke halaman, tiba-tiba...keluarlah seorang laki-laki setengah baya, kuduga itu Pak Nudin.

‘Visya ya? Ayo masuk.” ajak Pak Nudin.
“Iya, Pak.” Kataku masih canggung.

Begitu aku masuk ke dalam rumah...jengjeng! Ramai sekali, saudara-saudara...

“Duduk, Sah. Kenalin ini mbah, om-om dan tante-tante. Kalo Bu Yula lagi shalat.” Kata bapak lagi.

Jengjeng, semua mata mulai memandangku dengan tatapan penasaran dan ingin tahu. Ya Allah ini apa? Kenapa ramai sekali? Malu banget ya Allah...Batinku. Belakangan aku tahu keluarga besar Bu Yula baru saja melakukan acara keluarga di hari sebelum kedatanganku dan Bu Yula sengaja menahan mereka untuk pulang. -_-

“Kesini naik apa, Visya?”
“Kok sendiri?”
“Dari Jakarta ya?”
"Capek ya? Istirahat dulu."

Pertanyaan-pertanyaan dari mbah, om dan tante memburuku. Ah, mereka nampak ramah sekali denganku, tak hentinya mengajakku mengobrol sampai akhirnya Bu Yula muncul dan menyuruhku untuk mandi. Tapi kubilang ‘Iya sebentar lagi, Bu.’

Ada yang lucu. Di ruang tamu kami lagi nonton TV, tiba-tiba adzan magrib berkumandang dari TV. Kulihat jam menunjukkan pukul 19.30.
“Lho? Ini jamnya bener kan, Pak?” tanyaku. “Tapi kok baru magrib?”
“Sah, kan sekarang kamu di Donggala, bukan Jakarta. Satu jam lebih cepat. Ini adzan magrib untuk Jakarta."

Dan...semua orang menertawakanku.. Memalukan sekali aku -__- Oh jadi gini lho rasanya TV yang kita tonton apa-apa isinya JAKARTA mulu!

Aku pun memutuskan untuk mandi. Baru saja aku masuk ke kamar mandi. Jleb! Lampu kamar mandi mati, saudara-saudara! Cobaan apalagi ini ya Allah? :')

“Bu, ibu, lampunya jangan dimatikan. Ada aku.” ujarku panik dari dalam kamar mandi.
“Mati listrik, Sah.” kata ibu dari luar. APAAA???

Untunglah ibu segera masuk membawakan lampu petromak. :”) Begitu selesai mandi, ibu menyuruhku untuk makan. Memang seharian itu aku belum makan apapun kecuali binte. (makanan khas Palu).

“Maaf ya Sah adanya begini.” Kata ibu yang menemaniku makan di dapur.
“Iya ngga apa-apa, Bu.”

Tahukah kamu apa yang aku makan? Nasi jagung dan ikan. Masya Allah, seumur-umur aku belum pernah makan nasi jagung. Dan ikan, aku tidak terbiasa makan ikan. Tidak aku tidak mengeluh. Aku justru amat senang. Aku berusaha menelannya. Kuanggap ini sebagai pembelajaran untukku yang kelak akan hidup di desa. Lagipula memang setiap kali aku melakukan pengabdian masyarakat di desa, makanannya selalu yang tak biasa bagiku. Di Cibuyutan makan nasi pake ikan asin kering. Di Cigaronggong makan nasi pake dedaunan plus belalang goreng (tapi tak kumakan). Dan di Donggala aku makan nasi jagung dan ikan.
Bakal kangen masakan ibu dan mbah :'D

Setelah makan, aku kembali ke ruang tamu, bercengkrama dengan keluarga besar. Masih dalam keadaan gelap gulita namun canda dan tawa dari keluarga ini masih tetap terjaga. Masya Allah. Dua kali ibu menyuruhku untuk segera tidur tapi aku belum ingin. Masih ingin bercengkrama dengan keluarga ini. Hingga jam menunjukkan pukul 22.00 barulah aku pergi ke kamar tidur.

Kamar ini sebuah kamar sederhana namun tampak nyaman. Ranjang yang berkelambu dan lantai yang masih bersemen. Aku mulai merebahkan diri dan memejamkan mata. Tak lama ibu masuk ke dalam kamar, menyelimutiku. Sayup-sayup kudengar beliau berujar tapi rasa kantukku menahanku untuk tetap tertidur. Hingga beliau keluar kamar.

Ternyata beberapa menit setelah aku terlelap, listrik menyala. Ibu pun mengambil lampu petromak di kamar. Namun ternyata di tengah malam lampu kembali mati. Aku sempat terbangun dan mendapati suasana yang sangat gelap. Nafasku langsung sesak seketika. Aku memang tidak tahan dengan gelap. Aku bangunsambil memanggil-manggil ibu, aku berusaha mencari pintu. Susah payah akhirnya kutemukan pintu dan kubuka lebar-lebar. Tapi tetap saja aku tidak bisa melihat apapun. Aku tidak tega membangunkan ibu, akupun kembali ke tempat tidur dan mulai memejamkan mata.

Ya Allah luar biasa sekali hari pertamaku disini.. Sudah hape im3ku tidak ada sinyal, hape Asku mati, ternyata keluarga besar sedang berkumpul, listrik mati.. Alhamdulillah.. Akan seprti apakah hari berikutku di Donggala?
-Bersambung ke sini ya Gado-gado's Day (From Jakarta To Donggala part II-END)

NB: Maaf kalo bahasanya naik turun. Tunggu ceritaku selanjutnya ya. ^^

0 komentar: