Teret! Teret!
Alarm ponselku berbunyi, mengingatkanku akan tugas Sejarah yang harus dikumpulkan besok. Biasanya aku browsing internet di rumah, tapi berhubung internet di rumahku sedang bermasalah, terpaksa aku pergi ke warnet yang berada tak jauh dari rumahku. Padahal jam sudah mnunjukkan angka 8 malam.
“Sekalian dijilid ya, Mbak!” pintaku usai menyewa computer.
Dengan cekatan Mbak penjaga warnet yang bernama Rimah itu bergerak di antara kertas-kertas yang berserakan, sementara aku mencuri waktu dengan mengerjakan PR Biologi.
“Semuanya jadi Rp. 13.500.” Mbak Rimah menyodorkan tugasku yang sudah djilid.
Setelah membayar lunas, aku beranjak pergi.
“Udah korban waktu, korban uang pula!” gerutuku, menyesal karena belum sempat membetulkan internet di rumah.
“Sya, lo udah ngerjain PR Sejarah?” tanya Dalun yang tiba-tiba muncul dari belakang.
Aku yang sedang mengoreksi kembali tugas Sejarahku, menoleh. “ Udah dong! Tapi tinggal dibenerin sedikit lagi.”
Dalun menyikut pundakku. “Yah, Sya, besok aja. Aku belum.”
“Heh, enak aja! Aku udah capek-capek ngerjain.” jawabku spontan.
“Dasar anak rajin kamu!”
Tepat saat aku menyelesaikan pekerjaanku, Bu Sunar masuk ke dalam kelas meski bel masuk belum berbunyi. Ya, memang kebiasaan beliau sudah berada di kelas beliau mengajar sebelum jamnya.
Selama pelajaran Sejarah berlangsung, kulihat raut muka anak-anak lain kurang bersemangat. Maklumlah, anak IPA, kurang menyukai pelajaran Sejarah. Lagipula, aku tahu beberapa dari mereka belum mengerjakan tugas.
Aneh bin ajaib! Bu Sunar yang tak pernah sekalipun lupa menagih tugas anak-anak, kali ini sama sekali lupa! Tentu saja hal ini membuat anak-anak bernafas lega.
“Yak, sekian dulu pelajaran kita hari ini. Assalammu’alaikum!” Bu Sunar melenggang ke luar kelas, aku mengikuti dari belakang, bermaksud pergi ke koperasi.
Baru saja aku mencapai pintu, teman-temanku yang lain memanggilku.
“Eh, Sya, kamu mau ngapain?” tanya Rizi, takut-takut aku akan mengingatkan tugas Sejarah pada Bu Sunar.
“Nggak usah diingetin!” tambah Fahdias dengan suara tertahan.
“Orang aku mau ke koperasi sih!” bantahku cepat.
Karena kesal secara tidak langsung diancam, aku pergi ke koperasi cukup lama. Beruntung Pak Muhit, guru Fisikaku, belum masuk kelas.
“Wah aku harus ngumpulin tugas sejarah nih! Sebodo amat sama yang lain!” batinku.
“Mau ngumpulin Sejarah bareng nggak, Ra, Rad?” tanyaku pada Lara dan Radita.
“Kamu duluan aja deh, aku ada yang belum” sahut Lara.
“Sya, aku nitip ya!” Radita memberikan tugasnya padaku.
“Oke, oke.”
Saat aku melewati Pras yang sedang duduk di depan pintu kelas, ia menghadangku.
“Sya, lo mau ngumpulin tugas Sejarah ya?”
“Iya,” tukasku singkat. “Misi dong!”
“Lo ngapain sih ngumpulin sekarang?! Yang lain tuh pada belum ngumpulin!” ia menunjuk-nunjuk wajahku. Aku mundur selangkah.
Alarm ponselku berbunyi, mengingatkanku akan tugas Sejarah yang harus dikumpulkan besok. Biasanya aku browsing internet di rumah, tapi berhubung internet di rumahku sedang bermasalah, terpaksa aku pergi ke warnet yang berada tak jauh dari rumahku. Padahal jam sudah mnunjukkan angka 8 malam.
“Sekalian dijilid ya, Mbak!” pintaku usai menyewa computer.
Dengan cekatan Mbak penjaga warnet yang bernama Rimah itu bergerak di antara kertas-kertas yang berserakan, sementara aku mencuri waktu dengan mengerjakan PR Biologi.
“Semuanya jadi Rp. 13.500.” Mbak Rimah menyodorkan tugasku yang sudah djilid.
Setelah membayar lunas, aku beranjak pergi.
“Udah korban waktu, korban uang pula!” gerutuku, menyesal karena belum sempat membetulkan internet di rumah.
“Sya, lo udah ngerjain PR Sejarah?” tanya Dalun yang tiba-tiba muncul dari belakang.
Aku yang sedang mengoreksi kembali tugas Sejarahku, menoleh. “ Udah dong! Tapi tinggal dibenerin sedikit lagi.”
Dalun menyikut pundakku. “Yah, Sya, besok aja. Aku belum.”
“Heh, enak aja! Aku udah capek-capek ngerjain.” jawabku spontan.
“Dasar anak rajin kamu!”
Tepat saat aku menyelesaikan pekerjaanku, Bu Sunar masuk ke dalam kelas meski bel masuk belum berbunyi. Ya, memang kebiasaan beliau sudah berada di kelas beliau mengajar sebelum jamnya.
Selama pelajaran Sejarah berlangsung, kulihat raut muka anak-anak lain kurang bersemangat. Maklumlah, anak IPA, kurang menyukai pelajaran Sejarah. Lagipula, aku tahu beberapa dari mereka belum mengerjakan tugas.
Aneh bin ajaib! Bu Sunar yang tak pernah sekalipun lupa menagih tugas anak-anak, kali ini sama sekali lupa! Tentu saja hal ini membuat anak-anak bernafas lega.
“Yak, sekian dulu pelajaran kita hari ini. Assalammu’alaikum!” Bu Sunar melenggang ke luar kelas, aku mengikuti dari belakang, bermaksud pergi ke koperasi.
Baru saja aku mencapai pintu, teman-temanku yang lain memanggilku.
“Eh, Sya, kamu mau ngapain?” tanya Rizi, takut-takut aku akan mengingatkan tugas Sejarah pada Bu Sunar.
“Nggak usah diingetin!” tambah Fahdias dengan suara tertahan.
“Orang aku mau ke koperasi sih!” bantahku cepat.
Karena kesal secara tidak langsung diancam, aku pergi ke koperasi cukup lama. Beruntung Pak Muhit, guru Fisikaku, belum masuk kelas.
“Wah aku harus ngumpulin tugas sejarah nih! Sebodo amat sama yang lain!” batinku.
“Mau ngumpulin Sejarah bareng nggak, Ra, Rad?” tanyaku pada Lara dan Radita.
“Kamu duluan aja deh, aku ada yang belum” sahut Lara.
“Sya, aku nitip ya!” Radita memberikan tugasnya padaku.
“Oke, oke.”
Saat aku melewati Pras yang sedang duduk di depan pintu kelas, ia menghadangku.
“Sya, lo mau ngumpulin tugas Sejarah ya?”
“Iya,” tukasku singkat. “Misi dong!”
“Lo ngapain sih ngumpulin sekarang?! Yang lain tuh pada belum ngumpulin!” ia menunjuk-nunjuk wajahku. Aku mundur selangkah.
“Lo tuh udah pasti peringakt pertama! Apalagi kalo lo ngumpulin tugas duluan! Dasar MT lo!” lanjutnya dengan nada yang lebih keras.