Setiap orang pasti punya turning point' salam hidupnya. Entah sekali, dua kali atau bahkan berkali-kali. Turning point yang mengubah (drastis) diri dan kehidupannya. Apalah kalian pernah mengalaminya?
Aku? Tentu pernah.
Penyakit kusta. Jujur aku ngga terlalu paham dan aware soal penyakit tersebut sampai akhirnya di bulan Juni lalu mengikuti talkshow seputar orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK). Tahu kah kalian bahwa mereka para OYPMK ternyata saat dan pasca sembuh pun tak sedikit yang mengalami diskriminasi.
Bertambah-tambah, beberapa hari lalu aku mengikuti talkshow seputar OYPMK kembali. Tahukah kalian bahwa mereka para OYPMK perlu yang namanya healing.
Apakah healing yang dimaksud adalah plesiran, staycation atau sejenisnya?
Apa yang umumnya dipikirkan masyarakat tentang kehidupan pemulung?
Tidak berarturan, jorok, tidak bersih dan beragam stigma negatif lainnya. Itulah tanggapan yang sebagian besar disampaikan maayarakat. Padahal pemulung harus diberdayakan untuk mengubah stigma negatif dan menaikkan taraf hidup mereka yang terpinggirkan dan termarjinalkan. Setidaknya itulah visi awal Siti Salamah, penerima Apresiasi SATU Indonesia Awards 2021 Kategori Kelompok.
Memulai "karier" pada tahun 2015 dengan mendirikan Taman Maghrib Mengaji, yang kemudian menjadi Rumah Pohon, Siti membantu anak pemulung mendapatkan pendidikan non-formal sekaligus spiritual yang berdampak baik pada karakter mereka.
Bertahun-tahun lamanya perempuan berusia 34 tahun ini mendedikasikan diri bagi ribuan pemulung di Jurang Mangu Timur, mulai dari pendidikan hingga pemberdayaan ekonomi.
Tunggu..tunggu.. apa sih itu semua?
Aku tidak akan membahas detail dan dari hulu ke hilir. Tapi intinya l slow fashion, sustainable fashion, eco fashion bisa kita terapkan hanya dengan model niat, tak keluar sepeserpun uang. Sesederhana kita memakai apa yang kita punya di lemari, selama belum butuh, alih-alih dengan mudahnya belanja pakaian.
Ngomongin soal fesyen, rasanya sebagian besar pakaian yang kita pakai diproduksi di pabrik secara massal alias besar-besaran. Selain itu, juga menggunakan pewarna buatan. Nah, alih-alih pakai pewarna dan bahan kimia, ada suatu istilah namanya ecoprint, salah satu metode pembuatan pakaian dengan memanfaatkan pewarna alami dari tanin atau zat warna daun, akar atau batang yang diletakan pada sehelai kain, kemudian kain tersebut direbus (sorosutankel.jogjakota.go.id).
Teknik ecoprint dinilai lebih ramah bagi lingkungan serta tidak merusak alam. Terlebih semakin kesini rasanya semakin bertambah generasi milenial yang melek terhadap isu lingkungan. Kehadiran bisnis fesyen dengan teknik ecoprint rasanya punya pangsa pasar tersendiri.
Semilir Ecoprint menggunakan metode ecoprint dari kulit kayu lantung. Di tahun 2015, kulit kayu lantung yang berasal dari provinsi Bengkulu ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia (WBTB) oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Aku sendiri baru tahu bahwa Lantung bagi masyarakat Bengkulu punya nilai historis tersendiri.
Desa Papahan, Kinal, Kaur Bengkulu merupakan desa penghasil lantung lembaran kulit kayu. Bahan lantung berasal dari sukun sejenis nangka (Artocarpus elasticus) yang kudian dibuat secara tradisional. Setelah mendapatkan pohonnya, kemudian dipotong, dikupas kulitnhya, diratakan kulitnya, dijemur hingga menjadi lembaran lantung. Ibu-ibu pengrajin di desa tersebut menggunakan alat perikai untuk meratakan. Bunyi “tung-tung” terdengar ketika alat tersebut digunakan. Inilah asal mula penyebutan kulit lantung.
Beberapa kategori produk yang dihasilkan Semilir antara lain tas, kain, scarf dan sarung bantal.
Semilir Ecoprint telah mengikuti berbagai pameran produk fesyen lokal seperti di Jogja, Jakarta & Solo.
"Buat pelajaran juga kedepannya untum bangun bisnis harus ada konsep. Tapi seridaknya aku percaya satu langkah kedepan lebih berarti dibanding tidak sama sekali." begitu ungkap Fira sambil menerawang masa-masa itu.
Tantangan selanjutnya pun mengikuti, mulai dari modal, manajemen dan pemasaran. Tak pantang menyerah, Fira berusaha melalui ini semua satu persatu. Slow but sure, istilahnya.
Semilir ingin menghadirkan angin sejuk bagi para wanita urban untuk menikmati nuansa alam melalui fashion dengan produk kami. Konsep fashion berkelanjutan merupakan realisasi kepedulian terhadap dampak lingkungan dan kesejahteraan sosial dan ekonomi setiap kehidupan yang terlibat. Kami dengan hati-hati memperhatikan setiap detail proses produksi mulai dari pemilihan bahan serat alami, penggunaan bahan baku yang kami tanam sendiri, penanganan limbah produksi hingga pengemasan yang ramah lingkungan. Pemberdayaan perempuan adalah kebajikan yang membuat Semilir tetap lestari.
(sumber: semilirecoprint.com)
Penerapan ecoprint pada kulit lantung Bengkulu memberikan perpaduan yang menciptakan refleksi artistik dari keharmonisan alam yang ramah lingkungan dan merupakan upaya melestarikan kulit kayu lantung Bengkulu sebagai warisan sastra Indonesia dan dapat memperkenalkan kembali pesona kulit kayu lantung Bengkulu kepada masyarakat dan dunia internasional.
Fira merupakan keturunan orang Bengkulu dan juga memilik ayah mertua yang juga dari daerah yang sama. Ia tertarik menggali lebih dalam tentang kulit kayu lantung sebagai warisan budaya indonesia tak benda dari Bengkulu di tahun 2020.
Mengapa kulit kayu lantung?
"Kulit kayu itu kan memang sebagai souvenir khas Bengkulu. Tapi kami menemukan problem dmn minat masyarakaf masih rendah, nilai value yg ditawarkan juga masih rendah. Hal ini disebabkan belum ada inovasi pada kulit kayu lantung karena biasanya dijual dalam warna aslinya yakni kuning kecokelatan." Fira menjelaskan.
Sebagai bagian dari memperkenalkan dan melestarikan kulit kayu lantung, Fira juga meng-expose "who made" lantung; pengrajinnya ,prosesnya hingga menjadi produk yang saat ini dijual oleh Semilir Ecoprint. Hal ini ternyata meningkatkan value dr kulit kayu lantung. Visi misi Semilir yaitu mempromosikan warisan budaya, menguatkan dan keberlanjutan sedikit demi sedikit tercapai.
Selain menggali semua informasi dan asal usulnya, Fira juga melakukan riset serta uji coba bekali-kali. Akhirnya jadilah sebuah produk, kemudian ia melakukan tes pasar. Tak disangka, respon pasar menunjukkan hasil yang bagus. Ternyata mereka menaruh perhatian dan rasa penasaran akan material yang digunakan.
Nah setelah semuanya dirasa cukup lengkap, akhirnya di tahun 2021 Fira mengajukan proposal ke ajang SATU Indonesia Award. Tak muluk-muluk, tujuan utama Fira adalah membuat kulit kayu lantung lebih dikenal masyarakat dan pada akhirnya pasarnya lebih bagus lagi.
Fira tak mengira di tahun 2022, ia mendapat kabar bahwa proposalnya masuk ke dalam 60 besar. Berbagai rangkaian proses seleksi pun diikuti, mulai dari seleksi projposal, presentasi hingga pembuatan video kegiatan. Puncaknya, Semilir Ecoprint terpilih menjadi pemenang utama bidang lingkungan di ajang SATU Indonesia Awards.
"Jujur aku aja ngga percaya bisa dapat satu award ini karena ya aku memperlihatkan dan speak apa adanya. Plus minus nya aku ceritain semua." cerita Fira.
"Harapanku masyarakat makin aware dengan produk-produk sustainable karena jenama yang benar-benar concern terhadap konsep sustainable itu dia sangat memperhatikan hulu hilir, bagaimana dia bisa berdampak untuk sekitar, memberikan kesejahteraan dan bagaimana mengurangi kerugian seminim mungkin untuk lingkungan sehingga terjadi supply and demand yang seimbang kedepannya."
Sementara itu, harapan Fira untuk Semilir tentunya semakin dikenal di mata nasional dan internasional.
"Karena kami menawarkan tidak hanya sebuah produk, tapi produk yg memiliki nilai seni,budaya dan semangat gotongroyong." ungkap Fira menutup wawancara hari itu.
Bagi teman-teman yang tertarik lebih lanjut mengetahui atau membeli produknya bisa menghubungi ataupun datang langsung ke lokasi.
Semilir Ecoprint
Kalau sebagian orang bilang, masa SMA paling berkesan. Bagiku? Masa kuliah, masa penuh kisah. Unforgettable! Di tahun pertama ...
0 komentar: