Murid Kecilku yang Tangguh
Published On
7/19/2012
By
Visya Al Biruni
Kamis, 19 April 2012
 |
Mujahidah-mujahidah cilikku :D |
Jumat sore itu aku tengah bertilawah di masjid fakultas saat sesosok malaikat kecil
tiba-tiba saja memelukku lalu duduk di pangkuanku. Malaikat kecil itu
bernama Syifa.
"Kakak, ayo ngaji!" ucapnya, bermanja-manja denganku.
Tak lama, disusul beberapa malaikat-malaikat kecilku lainnya. Mereka
menyalamiku satu per satu. Hari itu jadwal TPA seperti biasanya.Selain mengajar di TPA Annur, aku juga mengajar di TPA MUA di masjid fakultasku
Oh ya, perkenalkan, mereka adalah murid-murid kecilku di TPA MUA. Ada
Zaki yang jahil tapi penyayang, Siti yang imut, Syifa si hitam manis,
Wulan yang bawel tapi lucu, Icha si pendiam tapi rajin dan Dai si caper
tapi kocak.
Pengajian hari itu diawali dengan membaca al fatihah dan doa sebelum
belajar. Dilanjutkan dengan membaca iqro satu per satu. Icha sudah
bersiap dengan iqronya duduk di depanku tapi Syifa mencegahnya.
"Kan aku duluan tadi."
Terpaksa aku melerai dengan mendahulukan Syifa yang memang sudah buat 'janji' denganku.
Selain aku, ada juga Kak Fitri dan Kak Pushe yang menjadi pengajar sore itu. Setelah setiap anak sudah membaca iqro, saatnya belajar.
Belajar yang dimaksud di sini bukanlah mempelajari materi, melainkan menggambar, mewarnai ataupun menonton video. Maklum saja, usia mereka masih terbilang cukup dini.
"Kak Visya, gambarin ini." Icha memintaku menggambarkannya seorang putri Salju, tokoh favoritku.
Usai menggambar, aku menghampiri Syifa. "Syifa kok diam aja? Mau mewarnai juga?"
Syifa menggeleng.
"Berhitung? Atau menulis?"
Lagi-lagi ia menggeleng lalu menghampiri Zaki yang sedang asyik mewarnai.
Siti sibuk mewarnai ditemani Kak Pushe, Wulan ditemani Kak Fitri. Aku
memutuskan untuk menemani Icha. Lama-lama seperti biasa aku malah
ikut-ikutan mewarnai.
Tiba-tiba Siti muncul, dengan wajah 'marah', ia mengambil crayon Icha
sambil menatap Icha dengan tatapan ini-punyaku-mau-apa-kamu, padahal
itu krayon Icha. Icha yang sibuk pun cuek-cuek saja.
"Siti, pinjma krayonnya."
Siti menyembunyikan krayon Icha di belakang punggungnya.
"Siti.."rengek Icha.
Aku ambil tindakan. "Siti sayang, Icha pinjem krayonnya yaa."
Akhirnya gadis kecil itu melempar krayon Icha. Icha pun kembali mewarnainya. Sementara Siti berlari keluar.
"Siti!" panggilku. Ia tak menyahut. Terkadang aku memang sulit
menangani Siti jika ia sudah seperti itu. Terpaksa Kak Fitri atau Kak
Pushe ambil tindakan.
Tak lama Siti pun kembali. Ia menatapku dan Icha. Tiba-tiba ia
melemparkan botol minuman kosong tepat mengenai mata Icha. Alhasil
gadis kecil itu menangis.
"Ya Allah, Siti!"
Zaki langsung memegangi tangan Siti dengan erat. Kak Fitri berusaha menjauhkan Siti
dari Icha. Sementara itu aku berusaha menenagkan Icha yang menangis.
Kupeluk tubuh kecilnya. Kuhapus butiran kristal bening yang mengalir
dari matanya.
"Sst.. Icha nggak boleh nangis ya. Icha kuat kok.." ucapku dalam pelukan.
Icha tetap menangis.
"Kamu kuat kok, Dek.."
Tiba-tiba aku merasakan sesuatu hangat melewati cekungan pipiku.
"Kok kakak nangis, Kak?" Icha memperhatikan mataku yang basah.
Aku menyentuh pipiku. Ada butiran air yang mengalir.
"Nggak kok, Dek." kilahku. "Minum, Dek." aku menyodorkan minum ke Icha yang langsung ditegaknya.
Kak Fitri muncul dengan Siti di pangkuannya.
"Ayo, Siti, minta maaf sama Icha."
"Icha, maafin Siti yaa." Kak Fitri mengulurkn tangan Siti tapi Siti tak mau.
"Ayo, Icha juga ya." ucapku. Icha langsung mengulurkn tangannya tapi Siti sama sekali tak menanggapinya.
Dipaksa berkali-kali hasilnya tetap nihil. Aku tak mengerti apa yang terjadi pada Siti.
Aku menangis bukan karena cengeng, meski banyak berkata aku demikian.
Aku menangis karena aku terharu dengan sosok Icha yang begitu pemaaf.
Disakiti, menangis sejenak lalu memaafkan.
Teman, barangkali itulah pelajaran besar yang bisa kupetik dari sosok kecil yang tangguh itu.Ketika kita merasa terlukai, kita boleh meluapkannya dengan menangis
tapi lalu maafkanlah. Tapi itu bukan berarti orang lain bisa melukai
kita sebebas mungkin. Jika kita melukai perasaan orang lain, bayangkan
jika hal itu menimpa kita!
Bagaimanapun tingkah dan sifat mereka, aku tetap mencintai mereka
karenaMu ya Allah. Terimakasih telah menguatkanku dan mengajariku arti
memaafkan, Dek.
-Ditulis untuk mengikuti lomba blog Sampoerna School of Education 2012 dengan tema 'Menjadi Pendidik'-
0 komentar: