Bekantan. Apakah kamu familiar dengan hewan tersebut?
Untuk kita yang tinggal di pulau selain Kalimantan mungkin tidak terlalu familiar, berbeda halnya dengan mereka para warga lokal di Kalimantan, Bekantan adalah bagian dari kehidupan mereka sehari-hari. Mereka dapat ditemukan di daerah hutan bakau dan mangrove di Pulau Kalimantan, Indonesia, serta di beberapa bagian Malaysia dan Brunei Darussalam. Kalau ingat Kalimantan, jujur saja, aku langsung teringat bencana kebakaran hutan disana.
Kira-kira bagaimana nasib bekantan Kalimantan saat ini?
Mengenal Lebih dalam Bekantan
Bekantan, atau Nasalis larvatus, adalah sejenis primata yang dikenal juga sebagai monyet hidung belalai. Bekantan memiliki ciri khas hidung yang besar dan panjang, terutama pada jantan, dan sering dianggap sebagai simbol keanekaragaman hayati daerah tersebut. Bekantan dewasa jantan dapat mencapai panjang sekitar 66–75 cm, sedangkan betina sedikit lebih kecil.
Bekantan adalah hewan sosial yang hidup dalam kelompok, yang biasanya terdiri dari satu jantan, beberapa betina, dan anak-anak. Mereka aktif pada siang hari (diurnal) dan sering terlihat bergelantungan di dahan pohon atau melompat dari satu pohon ke pohon lain. Bekantan merupakan primata folivora karena pakan utamanya berupa pucuk dedaunan.
Musim kawin bekantan biasanya terjadi sepanjang tahun, tetapi dengan puncak tertentu. Betina melahirkan satu anak setelah masa kehamilan sekitar 5-6 bulan. Anak bekantan biasanya bergantung pada induknya selama beberapa bulan sebelum mulai belajar mandiri.
sumber: istock/Miskani
Saat ini, bekantan termasuk dalam daftar spesies yang terancam punah menurut IUCN (International Union for Conservation of Nature) terutama karena kehilangan habitat akibat deforestasi dan kerusakan lahan. Bekantan adalah hewan yang menarik dan memiliki peranan penting dalam ekosistem, sehingga upaya pelestariannya sangat krusial untuk memastikan keberlangsungan hidup mereka.
Sahabat Bekantan Indonesia, Wadah Belajar dan Pelestarian Bekantan
Sahabat Bekantan Indonesia (SBI) hadir dengan misi ‘Save Our Mascot’ untuk menyelamatkan bekantan dan melestarikan habitatnya.
SBI didirikan oleh Dr. Amalia Rezeki yang merupakan peneliti bekantan dan lahan basah sekaligus dosen Pendidikan Biologi di Universitas Lambung Mangkurat (ULM).
sumber: Instagram Sahabat Bekantan Indonesia
sumber: bekantan.org
Ada tiga program utama dari SBI antara lain:
Buy-back Land
Pulau Curiak di Kecamatan Anjir Muara, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan menjadi daerah yang dipilih oleh SBI. Di pulau tersebut ada banyak sekali lahan yang semula merupakan hutan mangrove dan habitat bekantan serta keanekaragaman hayati lahan basah lainnya dibeli oleh pengusaha dan dialihfungsikan menjadi kawasan industri dan pemukiman. Dimulai dengan menyelamatkan habitat bekantan, SBI membeli kembali, walau sejengkal demi sejengkal lahan-lahan tersebut
Restorasi Mangrove Rambai
Lahan-lahan yang sudah dibeli kembali kemudian direstorasi dan ditanami pohon mangrove rambai yang dapat menyerap karbon dioksida empat kali lebih banyak dari hutan tropis lainnya.
Pulau Curiak yang menjadi pilot project kegiatan konservasi bekantan oleh SBI pertama kali ditemukan pada tahun 2014 dan hanya terdapat 14 ekor bekantan didalamnya, namun per tahun 2024 sudah terdapat penambahan populasi bekantan lebih dari 100% menjadi 52 ekor. Penambahan populasi bekantan ini di iringi dengan penambahan lahan menjadi hampir dua kali lipat yakni menjadi yang awalnya hanya 2,72 hektare dan sekarang menjadi 4,01 hektare. Di seberang Pulau Curiak terdapat lahan yang dihutankan kembali dengan penanaman 10.000 pohon mangrove rambai sebagai zona penyangga habitat bekantan sejak 2015. Lahan tersebut membentuk pulau delta baru di kawasan Sungai Barito yang sekarang dihuni oleh sekelompok bekantan. Kawasan tersebut dinamai Stasiun Riset Bekantan Pulau Curiak.
SBI juga punya program Adopsi Bekantan. Program ini bertujuan menyelamatkan bekantan yang tadinya dipelihara oleh masyarakat dan nantinya akan dilepasliarkan kembali ke alam.
Pemberdayaan Masyarakat
Dalam aspek pemberdayaan masyarakat, SBI mengembangkan desa wisata untuk meningkatkan perekonomian masyarakat. Lokasinya memanfaatkan bentang alam kawasan Pulau Curiak serta kearifan lokal masyarakat desa setempat.
Pada praktiknya, SBI memberikan berbagai pelatihan kepada masyarakat seputar bisnis kepariwisataan dan membangun Rumah UMKM dengan dukungan dari berbagai CSR. Untuk mendukung promosi UMKM masyarakat dengan menarik wisatawan dalam dan luar negeri, dibangunlah Bekantan Corner di Bandara Internasional Syamsudin Noor Banjarbaru.
Edukasi Pelestarian Bekantan
Tidak hanya menyasar masyarakat umum, SBI juga memiliki program khusus yang diperuntukkan bagi anak untuk terJun langsung mengenal dan melestarikan bekantan.
Sekolah Konservasi (Global Nature Conservation School) Peduli Bekantan
Sekolah Konservasi adalah program pendidikan non formal berbasis lingkungan yang dinaungi oleh Sahabat Bekantan Indonesia. Konservasi sendiri berarti pelestarian atau perlindungan sumber daya alam untuk dikelola secara teratur demi mencegah kerusakan dan kemusnahan (KBBI Daring). Program ini menyasar anak muda khususnya dari kalangan mahasiswa untuk merasakan langsung dan berkontribusi pada pelestarian bekantan dengan mengikuti kegiatan di Pulau Curiak.
Menurut Dewita, Koordinator Sekolah Konservasi Alam, Yayasan Sahabat Bekantan Indonesia, sekolah konservasi bertujuan untuk menumbuhkembangkan sikap dan cara berpikir yang positif terhadap sumberdaya alam dan ekosistem serta upaya konservasinya, dalam hal ini di bidang lahan basah.
Di bulan April 2024 lalu, program Sekolah Konservasi diikuti oleh sekitar 60 mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia yang sedang mengikuti program Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM) di Universitas Lambung Mangkurat (ULM). Kegiatan ini dilakukan di Pulau Curiak yang menjadi Stasiun Riset Bekantan. Tempat ini dikelola oleh Yayasan Sahabat Bekantan Indonesia (SBI) bekerjasama dengan Universitas Lambung Mangkurat (ULM), dan Pemerintah Daerah Kalsel.
sumber: Kalimantan Post
Mereka bersama-sama belajar di alam untuk mengamati keanekaragaman hayati, khususnya ekosistem lahan basah, demikian kata Dewita. Melalui kegiatan ini, diharapkan generasi muda kedepan akan lebih bijak dalam mengelola sumber daya alam, dan melakukan kegiatan akan selalu berwawasan lingkungan.
Lewat program Sekolah Konservasi, para peserta juga diajak melakukan Plastic War On The River, yaitu kegiatan bersih-bersih sampah di sungai.
Berlanjut di bulan Juni 2024, kali ini sebanyak 20 mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat (ULM) yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) mengikuti Sekolah Konservasi Alam di Stasiun Riset Bekantan, Pulau Curiak.
sumber: Kalimantan Post
Tak hanya di tahun 2024, Yayasan Sahabat Bekantan Indonesia melalui program Sekolah Konservasi sudah pernah mengadakan summer course yang diikuti oleh peserta dari University of New Castle Australia bekerja sama dengan Universitas Lambung Mangkurat di Stasiun Riset Bekantan Pulau Curiak pada tahun 2023 lalu.
sumber: Instagram @sekolahkonservasi
“Diharapkan peserta yang telah mengikuti kegiatan sekolah konservasi bisa lebih mengenal dan mencintai alam, serta turut aktif membangun mata rantai kepedulian terhadap pelestarian alam,” jelas Amel ketua SBI yang dikutip dari salah satu wawancara bersama media.
Setiap tahunnya, Stasiun Riset Bekantan Pulau Curiak menerima kunjungan mahasiswa dari dalam maupun luar negeri untuk mengikuti program Sekolah Konservasi dan Summer Course. Dr. Amalia Rezeki pendiri Yayasan Sahabat Bekantan Indonesia, merasa optimis bahwa ke depan Stasiun Riset Bekantan bisa menjadi pusat riset dunia mengenai bekantan dan ekosistem lahan basah. Optimismenya ditunjang dengan publikasi karya ilmiah lebih yang sudah mencapai lebih dari 80 judul.
Apa yang dilakukan oleh Yayasan Sahabat Bekantan melalui Sekolah Konservasi merupakan praktik Tridharma Perguruan Tinggi antara ULM dan SBI. Berbagai macam kegiatan di bidang riset, pendidikan dan pengabdian masyarakat sudah banyak dilakukan sejak kerjasama tersebut terbentuk pada 2015.
Menurut Mellani Yuliastina, SE, M.Ak, Ak, CA selaku dosen Modul Nusantara, di tahun 2024 ini ULM menerima sebanyak 96 mahasiswa program Pertukaran Mahasiswa Merdeka yang berasal dari 59 perguruan tinggi seluruh Indonesia sebagai implementasi Merdeka Belajar-Kampus Merdeka (MBKM), Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI.
Respon dari para peserta pun sangat baik, mereka terlihat antusias dengan program ini, terlebih hal ini menjadi pengalaman pertama bagi sebagian besar dari mereka. Tak hanya duduk menyerap teori, melalui program ini, para peserta mahasiswa diajak untuk praktik langsung yang tentu memberikan kesan tersendiri.
Kegiatan Sekolah Konservasi (15/8/24)
sumber: RRI/Lay Sulaiman
sumber: RRI/Lay Sulaiman
sumber: Instagram @sekolahkonservasi
Setelah berjalan hampir sepuluh tahun, jerih payah komunitas ini menerima penghargaan Kalpataru 2022 dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) atas dedikasinya dalam meningkatkan populasi bekantan dan menambah luas lahan hutan mangrove rambai. Berlanjut di tahun 2023, Yayasan Sahabat Bekantan melalui programnya, Sekolah Konservasi, menerima penghargaan SATU Indonesia Awards dari Astra. Baru-baru ini, Dr. Amalia juga terpilih menjadi presenter dalam kegiatan The 3rd International Conference on Mathematics, Science and Computer Education yang digelar di Kalimantan Selatan.
Praktik baik yang dilakukan oleh SBI dan Sekolah Konservasi (Global Nature Conservation School) diharapkan dapat diadaptasi atau dikembangkan di daerah-daerah lain di Indonesia dalam rangka mendukung upaya penyelamatan satwa liar sekaligus melestarikan lingkungan untuk mitigasi dampak perubahan iklim. Tentunya dibutuhkan partisipasi semua pihak, mulai dari masyarakat, pemerintah hingga pihak swasta.
Referensi:
https://www.rri.co.id/banjarmasin/berita-foto/9191/pulau-curiak-global-nature-conservation-school
https://greennetwork.id/kabar/kerja-keras-sbi-selamatkan-bekantan-dan-habitatnya/
0 komentar: