"Mathematics is the language in which God wrote the universe (Matematika adalah bahasa yang digunakan Tuhan dalam menuliskan alam semesta ini.)”
-Galileo Galilei-
|
sumber : google.com
|
Apa yang terbesit
dalam benak siswa begitu mendengar kata ‘Matematika’? Bagaimana pula reaksi
mereka jika diminta mengerjakan salah satu soal ‘bahasa Tuhan’ tersebut?
Mungkin hanya ada dua respon yang muncul; respon positif dan respon negatif.
Respon positif cenderung menanggapinya dengan sukacita, seolah baru saja
menemukan ‘makanan’ baru. Mereka inilah notabene mengganggap Matematika sebagai
teman sejati. Sementara itu, respon negatif cenderung menolak dengan berbagai
alasan. Kalaupun harus mengerjakan, mereka akan melakukannya dengan setengah
hati. Mereka inilah yang notabene menganggap Matematika sebagai musuh abadi.
Carl Frederich
Gauss, ilmuwan yang dijuluki The Queen of Mathematics, berpendapat “Matematika
adalah ratu ilmu pengetahuan..” Memang tak dapat dipungkiri, segala hal di
dunia ini senantiasa berkaitan dengan Matematika. Dari direktur hingga tukang
sayur, dari pemerintah hingga tukang sampah,
mengaplikasikan Matematika dalam hidupnya. Begitupun dengan ilmu
pengetahuan lainnya yang selalu memuat unsur Matematika. Dari
kenyataan-kenyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa Matematika adalah
landasan fundametal dalam dunia ilmu pengetahuan.
Sedikit
menyimpang dari dunia Matematika, beralih menuju pendidikan, suatu unsur yang
tak bisa dielakkan dalam tonggak pembangunan bangsa. Ingin mengukur
keberhasilan suatu bangsa? Lihat saja dari pendidikannya. Pendidik merupakan
elemen terpenting dalam dunia pendidikan, selain peserta didik dan fasilitas
pendidikan. Secara harfiah, pendidik yang notabene disebut guru adalah pendidik
profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini
jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah (UU RI NO 14
th. 2005). Bukanlah sesuatu yang mudah dan bukan pula sesuatu yang sulit dalam
membentuk pendidik yang baik. Karakter yang baik meupakan kata kunci dalam
membentuk pribadi pendidik yang baik. Banyak dijumpai literatur yang
mengungkapkan segala ihwal mengenai pendidikan karakter. Berbagai talkshow pun
digelar. Tak lain dan tak bukan demi menanamkan pendidikan karakter yang baik.
Masih berkorelasi
antara karakter pendidik yang baik dan Matematika, setidaknya seorang pendidik
yang baik haruslah yang berkarakter Matematika. Mungkin sebagian besar pembaca
akan bertanya-tanya, seperti apa pendidik berkarakter Matematika? Apakah yang
harus pandai dalam Matematika? Tentu bukan. Seperti yang telah dipaparkan di
atas, Matematika adalah landasan fundamental, artinya seorang pendidik harus
memiliki karakter positif yang kuat dan mengakar. Selain itu sesuai dengan
Matematika yang terdapat dalam bidang apapun, karakter seorang pendidik yang
baik adalah yang disesuaikan kondisi—dengan masih menanamkan nilai-nilai
kebaikan. Artinya, ia mampu menempatkan diri sesuai kondisi. Dengan menerapkan
kedua poin tersebut, niscaya akan tercipta para pendidik berkarakter
Matematika, terlepas dari disiplin ilmu yang digelutinya.
Niat yang lurus
dan usaha yang berkesinambungan menjadi kunci utama penciptaan karakter Matematika
dalam diri pendidik. Usaha yang berkesinambungan tak akan didapat dilakukan
tanpa adanya niat yang lurus. Namun, niat yang lurus tanpa usaha
berkesinambungan hanya akan berjalan lamban. Oleh karenanya, keduanya harus
berjalan beriringan. Dengan konse karakter Matematika yang dicanangkan,
diharapkan pendidik tidak hanya mampu menghasilkan anak didik yang cerdas,
melainkan juga bermoral. Tentu dapat dibayangkan jika tonggak peradaban bangsa
Indonesia dipegang oleh generasi cerdas dan bermoral. Niscaya bangsa ini akan
menjadi bangsa yang makmur dan terdepan.
Hidup Matematika!
Hidup Pendidik Indonesia!
-Ditulis untuk mengikuti lomba blog Sampoerna School of Education 2012 dengan tema 'Menjadi Pendidik'-