Silaturahmi Tanpa Batas di Morowali Tak Terganti

 



Selama 28 tahun hidupku, momen Lebaran nyaris selalu aku habiskan di Jakarta. Ya, sudah sejak mbah putri dan Mbah kakungku baru menikah, beliau hijrah dari Yogyakarta ke Jakarta. Alhasil ibuku dan budeku yang dua bersaudara pun lahir dan besar di Jakarta. Tak hanya ibu dan bude tapi sepupu-sepupu ibu lainnya pun juga begitu. 



Sebetulnya aku masih punya keluarga di kampung Mbah di Yogyakarta dan kampung bapak di Jepara, Jawa Tengah, tapi karena lebih banyak saudara di Jakarta, mudik pun bukan jadi tradisi di keluarga besar kami. Bagaimana dengan keluarga kalian?


Sampai saat aku menikah lima tahun silam, dapat suami yang orangtuanya tinggal di Morowali, Sulawesi Tengah, tradisi mudik saat Lebaran tetap tak membudaya di keluarga kami. Salah satu alasannya ya karena harga tiket pesawat akan naik tajam di musim Lebaran :D


Tapi semua berbeda di Lebaran 2022. Pertama kalinya kami mudik ke kampung suami dan berlebaran di sana!Apakah semua ini sudah direncanakan jauh-jauh hari?Jawabannya antara mendadak dan tidak. Di bulan Maret sebenarnya sudah ada wacana berlebaran di Morowali. Tapi kami masih belum yakin, karena jadwal libur dan cuti suami belum pasti kapannya. Dan ya, lagi-lagi soal harga tiket pesawat. Iseng-iseng cek di bulan Maret untuk penerbangan jelang Lebaran, ternyata harganya dua kali lipat dari harga tiket pesawat tiga tahun lalu, terakhir kali kami berkunjung ke Morowali. 



Singkat cerita, setelah berbagai pertimbangan, kami mantap memutuskan untuk mudik ke Morowali. Hari itu Selasa 26 April pagi aku melakukan tes PCR sementara suami melakukan tes antigen. Hasil tes suami negatif, sementara hasil tesku baru akan keluar malam hari. Sambil menunggu hasil tes (dan optimis negatif) kami mulai packing.


Malam harinya pukul 19.30 WIB hasil tesku keluar. Negatif. Langsung saja kami memesan tiket pesawat untuk penerbangan jam 03.00 WIB pagi esoknya. Jangan tanya deh berapa harga tiketnya 😂


Terakhir kali berkunjung ke Morowali di bulan April 2019. Ya setelah tiga tahun berlalu, akhirnya kami punya kesempatan kembali ke Morowali. Aku, Icham, anakku, dan tentunya suamiku tentu sangat senang. 


Mendadak mudik kami menyebutnya. Mendadak mudik tapi aku merasa lebih menikmati momen. Mungkin salah satunya karena sinyal internet yang sangat lemah sehingga "terpaksa" mengurangi intensitas dan interaksi di sosial media. 


Bukan hal yang baru buatku, di Morowali memang sinyal internet tidak begitu bagus. Terlebih di desa tempat mertuaku tinggal, masih sering terjadi pemadaman listrik berkala setiap harinya. Padahal saat itu aku meninggalkan Jakarta masih dengan beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan dan itu semua membutuhkan jaringan internet stabil. 


Tapi sungguh aku tidak menyesal!



Kebiasaan Saat Lebaran di Morowali

Aku beruntung mendapatkan momen beberapa hari terakhir Ramadan dan momen Lebaran di Morowali. Pengalaman yang tidak setiap tahun aku dapatkan. Di bulan Ramadan kami habiskan malam berbuka bersama, tarawih hingga sahur bersama. Hingga akhirnya Lebaran pun tiba. Hari dimana aku dan suami bisa sungkeman secara langsung dengan ibu bapak mertua. Lebaran yang identik dengan saling memaafkan meski untuk meminta maaf tidak harus menunggu momen Lebaran.



Jika biasa di Jakarta, keluarga besarku akan berkumpul di rumah Mbah Putri, menunggu saudara dari tempat lain berdatangan, berbeda halnya dengan di Morowali. Semua saling kunjung dan balik mengunjungi. Misalnya saja di hari pertama Lebaran, aku, suami dan keluarga inti suami berkunjung ke rumah kakak dari ibu mertuaku yang kami sapa Pak Puh & Budhe. Keesokan harinya, giliran Pak Puh & Budhe yang mengunjungi kami. 


Tak hanya berlaku bagi hubungan saudara tapi juga tetangga. Di hari pertama lebaran, kami sibuk mengunjungi rumah tetangga. Ternyata esok atau malam harinya giliran tetangga yang kami kunjungi kemarin, datang ke rumah kami. Ya, bukan soal "yang penting sudah ketemu" tapi bagaimana tradisi saling mengunjungi terlestarikan dan menjaga silaturahmi tanpa batas. 


Selain itu, tentunya ada sajian khusus dan khas saat Lebaran di Morowali. Misalnya, jika di Jakarta, kue-kue lebaran disajikan dalam stoples plastik kecil atau kaleng kaca berukuran kecil - sedang, sedangkan di Morowali kue-kue disajikan dalam kaleng kaca berukuran besar. 


Alasannya? Apalagi kalau bukan karena tradisi saling berkunjung, alhasil tamu banyak berdatangan. Kaleng kaca besar pastinya lebih praktis untuk wadah sajian. 


Ada satu jenis makanan yang hampir selalu ada di setiap rumah, yaitu tape ketan hitam. Penyajiannya pun sama, menggunakan daun pisang, disediakan pula sendok oleh pemilik rumah. Kue-kue lainnya yaitu snack ringan. Aku bahkan nyaris tidak menjumpai kue kering seperti nastar, putri salju, kastengel dan sejenisnya.


Di Lebaran-lebaran sebelumnya saat tidak berkesempatan ke Morowali, aku dan suami rutin menelpon atau melakukan video call dengan keluarga di Morowali ataupun di daerah lainnya.  Semua jadi lebih mudah karena internet menyatukan Indonesia. Meskipun seperti yang aku ceritakan di atas, di beberapa titik sinyal internet tidak terlalu bagus. 


Tapi sekali lagi, aku sungguh tidak menyesal berlebaran di Morowali. Sebuah pengalaman silaturahmi tanpa batas di Morowali yang tak akan terganti. Ada beragam pengalaman baru kualami dan kuliner khas yang aku coba. 


Kalau kalian, mudik ke daerah mana? Adakah yang mudik ke Sulawesi juga? 😁



 




13 komentar:

  1. waduh pingin ke Morowali hehehehe
    Karena paling jauh saya baru ke pulau Madura dan Lampung
    selalu berkutat di pulau Jawa, seperti katak dalam tempurung
    sementara Indonesia begitu luas dan begitu kaya

    BalasHapus
  2. Penting banget untuk punya akses internet meskipun di daerah yang sulit untuk menjangkau internet. Wah ikut senang ternyata Indihome mampu merealisasikan keinginan untuk pulang mudik dengan internet yang kuat.

    BalasHapus
  3. Meskipun perjalanan jauh dan butuh budget yang lumayan, bisa ketemu sama sodara tetep bisa bikin kita happy ya
    Pengen bisa explore kota kota di Sulawesi. Kayaknya dua tahun lagi mudik ke Makasar, preparenya jauh hari, soalnya sekeluarga

    BalasHapus
  4. Baca artikelnya jadi rindu suasana lebaran lagi hehe

    BalasHapus
  5. Seru banget meskipun harus rogoh kocek lebih pasti untuk tiketnya ya mba. Kalau aku mudik antar kota aja bogor ke tangerang hahaha

    BalasHapus
  6. Kue dalam toples kaca besar aku jadi inget penyajian kue di kampung halamanku juga kak. Jadul banget ya, hehehe. Tapi emang ngerasa banget lebarannya. Apalagi ditambah tape ketan, udah sempurna deh, silaturahmi juga makin lancar dan bikin seneng. Bicara soal silaturahmi, Untung ada internet ya, silaturahmi masih bisa jalan dengan keluarga dan kerabat yang jauh.

    BalasHapus
  7. Daku belum mudik Mbak.
    Masih di sini aja, mantau Jakarta hihi.
    Soalnya memang pasti kebayang deh harga tiket pas jelang lebaran, sesuatu banget

    BalasHapus
  8. Wah mudiknya jauh banget ya kak
    Aku mudik dr Cimahi ke Sumedang aja 😂
    Tiap daerah memang berbeda tradisinya, ya, baca ini jadi tau tentang tradisi lebaran di daerah morowali. Penasaran sama tape hitam khas daerah sana deh, mirip ga kak kaya di daerah Jawa?

    BalasHapus
  9. Serunya berlebaran, mempunyai tradisi yang memang lengket dengan daerahnya masing2, seneng kalo saling berkunjung antar tetangga biasanya sambil bertukar hidangan menu lebaran.
    Alhamdulillah ya tahun ini bisa bersilaturahmi sambil berkumpul keluarga dan bisa mudiiik yang sangat dirindukan 2 tahun terakhir ini.

    BalasHapus
  10. Alhamdulillah seneng banget bisa mudik dan kumpul sama keluarga tersayang, aku pengen banget bisa mudik ke aceh tapi belum kesampean nih, semoga tahun depan bisa mudik kayak bun Visya

    BalasHapus
  11. Seru bgt lebaran thn ini ya bs mudik vy, aq justru lebaran thn ini yg udah ga mudik karena yg punya kampung alm suami

    BalasHapus
  12. Pengalaman mengesankan pastinya ya Teh, karena untuk pertama kali mudik setelah sekian tahun. Di tempat Orangtua terkadang internet juga suka ilang teh, tapi alhamdulilah masih bisa silaturahmi lewat hp

    BalasHapus
  13. Aku udah lama ngk mudik ke sumatera, kangen juga sih tapi ortu di jakarta, paling cuma ada saudara jauh mama dan alm ayah di bukit tinggi

    BalasHapus