Dekat di Mata, Dekat di Hati(2)



Bismillahirrahmanirrahim..
Baca cerita di dua hari sebelumnya disini ya.

Minggu, 5 Juni 2016

Pukul 04.25 aku terbangun dan mendapati di kanan dan kiriku ada kak Hasna, Desy dan Mbak Merry, sedangkan di depanku ada Rita dan Rahmi. Sebenarnya dari semalam aku udah mikirin gimana caranya ambil wudhu buat tahajud dan subuh? Hmm lebih tepatnya gimana cara ambil wudhu di tengah kegelapan. Secara aku takut gelap ._.


Alhamdulillah Bu Henni sudah bangun, jadilah aku ditemani beliau. Olala ternyata akublupa oakai kacamata, dengan jalanan yang licin akibat hujan aku pun meraba di tengah kegelapan. Huft, sampai juga.

Selepas shalat, aku, Kak Hasna dan Mbak Merry membantu Bu Henni menyiapkan sarapan di dapur. Sarden dan mie menjadi menu kami di hari terakhir :') Kami ngobrolin banyak hal terlebih tentang kampung halaman masing-masing. Kak Hasna bercerita tentang Tegal dan Mbak Merry bercerita tentang Medan. Aku mah anak Jakarta, apa yang bisa diceritain :''

"Visya serius ga pernah hidup di desa?" Well memang sebagian besar peserta berasal dari desa, keknya cuman aku yang ngga deh. Dan ini pertanyaan yang ditanyakan padaku ke sekian kalinya -___-

"Iya, Mbak, aku lahir dan besar di Jakarta. Makanya aku pengen banget jadi guru di pelosok."

"Yaudah Neng Visya ngajar aja disini ya. Itu di SD gurunya cuman 3." kata Bu Henni tiba-tiba berfokus padaku.

Jleb! Nah lho!

"Pengennya gitu, Ibu, tapi saya mah ga bisa janji apa-apa. Mohon doanya aja."

"Iya ibu doain selalu."

Sarapan pun matang. Kami antarkan ke perpus. Ternyata disana sudah ada anak-anak, sepertinya mereka tahu kami akan pulang pagi ini. Para peserta lain sibuk berfoto bersama mereka. Sebelum makan, aku antarkan Mbak Merry ke kamar mandi untuk cuci rambut. Aku sempat bertegur sapa dengan seorang ibu yang baru pulang dari kali. Ah sayangnya aku ga sempat main ke kali.


Jadi teringat perkataan seseorang, "Kapan-kapan kamu harus rasakan mabdi di kali Sya. Mentang-mentang anak Jakarta nih."

Kamipun makan bersama. Setelah itu kembali berkemas barang dan pamit pada Bu Henni dan keluarganya.

"Neng semoga bisa balik lagi kesini ya." kata Bu Heni padaku. Aku hanya bisa tersenyum.

Setelah berdadah ria dengan anak-anak kamipun melanjutkan perjalanan sepetti kemarin, menuju MI Mathalul Anwar. Sepanjang perjalanan hatiku terus terkenang dan terngiang ucapan Bu Henni..

Memang, rasa ingin mengabdi sungguhlah besar meski aku tak tau akan ditempatkan dimana olehNya. Aku yakin itu yang terbaik.


Sesampainya di MI, kami kembali naik mobil bak. Kali ini Kak Fauzan yabg nyupir.

"Haduh jangan abang lah yang nyupir, kami ngeri kali ini." kata Monic, si gadis Palembang.


Ga cuma Monic, tapi juga yang lain seia sependapat, wkwk. Tapi apa mau dikata, nurut aja lah~ Sungguh perjuangan sekali naik mobil bak dengan jalanan bebatuan mendaki.

Alhamdulillah tiba juga di jalanan 'normal'. Ada 2 kol yang menanti. Kol pertama bagi mereka yang ingin langsung kembali ke Jakarta. Loh terus kalo yang ga ke Jakarta kemana dong?

Mau tau kemana? Kita bakal ke Baduy, yeay!!

Kloter pertama jalan duluan, dilanjutkan kloter Baduy. Singkat cerita tibalah kita di tugy Ciboleer, pintu masuk Baduy.  Welcome to Baduy!

Kami singgah dulu di rumah kepala desa untuk mengisi presensi dengan tujuan gazebo. Dan...perjalanan pun dimulai!

Seperti yang pernah kulihat di google, bentuk runah Baduy semuanya sama seperti itu, terbuat dari bilik bambu berwarna gelap. Di awal perjalanab masih banyak dijumpai warga, anak-anak dan pemuda. Juga ada beberapa warung dan penjual oleh-oleh.

Kami melewati sungai kecil dengan kamar mandi bilik. Semakin keatas, semakin sepi sekali, hanya sesekali bertemu gadis Baduy di tengah jalan. Tapi pemandanganya itu loh! Spanjang jalan kami tak pernah lepas dari selfie. Btw aku jalan paling depan dan sempat dikerjain sama Kak Fauzan dkk, mereka ngumpet dan meninggalkanku -_-


Ada banyak kisah di balik perkenalanku ke Baduy. Pertama, lewat seorang teman kampus asli Banten yang skripsinya menekitu kehidupan Baduy dan timbullah keinginan untuk kesana. Kedua, November 2015 kemarin MITI Jabaja ngadain trip ke Baduy tapi karena berbagai pertimbangan aku pun ga ijutan, walau udah dipaksa sama Mbak Niqla, hihi. Peace, Mbak~ Ternyata Allah kirimkan kesempatan lain, walau sekedar Baduy luar. Allah tau banget kondisi tubuhku lagi kurang fit jadi cuma dikasih Baduy luar deh.

Baduy merupakan suku asli Banten. Sekarang ini Baduy terbagi menjadi Baduy luar yaitu mereka yang sudah mengenal arus modernisasi dan teknologi, dan Baduy luar yang masih cukup primitif dan anti teknologi. Semoga saja budaya baiknya masih terjaga, plus alamnya yabg asri ya. Oia konon katanya orang Baduy harus menikah dengan orang Baduy. Jika tidak, maka yang non Baduy harus tinggal di Baduy. Ada juga yang mengatakan Baduy yang menikah dengab non Baduy akan diusir!



Perjalanan kami terhenti di tukang es kelapa. Ini hutan unik juga, ada yang jual kelapa, hehe. Hmm segerrrr! Kamipun berisirahat disana dan mengobrol dengan suami istri penjual. Dan tentunya selfie lagiii..

Karena keterbatasan waktu, dan gazebo pun masih jauh disana akhirnya kami memutuskan untuk kembali ke kol. Hmm.. selamat tinggal Baduy, semoga lain kali aku dapat memasukimu lebih dalam ya!

Di perjalanan kembali, ternyata para peserta tertarik membeli oleh-oleh. Ada madu pahit, madu biasa, tas dari serat kayu, kaos Baduy, batik Baduy dan gelang-gelangan. Aku? Cukup puas ngeliatin aja deh. Selain karena ga ada warna biru, juga mau hemat duit, wkwk.

Setelah puas kami pun kembali ke kol untuk mengejar kereta menuju Jakarta. Rahmi, Bang Hanafi, Amry dan Dian kembali duduk di atas, hadeuh ga kepanasan? =_=" Sementara di dalam kol aku udah ngantuk pake banget, tenggleng ke kiri dan kenan, haha.

Well tibalah kita di stasiun dan labgsung pesan tiket. Penumpang udah bejibun banget. You know what?? Ternyata di tiket kami bertuliskan TANPA TEMPAT DUDUK. Sementara Rangkas-Jakarta sekitar 2,5 jam. Ya Allah :''

"Ngga kok, nanti dapat duduk juga." bang Hanafi berusaha melapangkan hati kami meski kenyatannya...

Setelah berdesakan demi masuk ke dalam lokomotif, kami dihadapkan kenyataan ga dapat tempat duduk. Ya gapapalah, belum pernah juga kek gini~ #menghiburdiri

Eh.. Alhamdulillah ada Mbak baik hati yang mau berbagi tempat duduk denganku.. Sepanjang jalan yang kulakukan hanya tidur, wkwk.

Singkat cerita sampailah kembali kami di stasiun Pondok Ranji sekitar pukul 15.30. Karena ingin mengejar tarawih, tanpa babibu aku langsung pamit pada yang lain. Pukul 17.30 aku tiba di rumah dengan selamat sentosa. Alhamdulillah~

Aaaa.. banyak banget pelajaran hidup yang kudapatkan walau hanya 3 hari 2 malam.

Tentang cinta yang dekat di mata tapi jauh di hati.. Lalu kini jadi dekat di mata dan dekat pula di hati..

Tentang makna perjuangan, pengorbanan dan ketulusan tak berbatas..

Dan.. tentunya tentang semangat mengabdi yang kian menggebu.. Semoga Allah jaga semangat ini dan bantu aku untuk terus meningkatkan kapasitas diriku..

Terimakasih Bu Henni, Kang Usman dan semua warga Girijagabaya!

Terimakasih teman-teman IAD, para panitia dan semua muanya!

Sampai jumpa di kesempatan yang lebih baik :)


Aku yang selalu menutup mata dan tak percaya pada gelap yang kau punya..

Aku yang tak pernah berusaha menyentuhmu walau sesaat..

Kini dengan cinta kau merasukiku..
Membuatku percaya, ada cinta yang kumiliki untukmu..



Lebak, Banten

Juni 2016

Sampa jumpa lagi! *dalam perjalanan menuju perantauan berikutnya*

8 komentar:

  1. Asyik ya, di tengah hutan ada yg jual es kelapa.. :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    2. iya Kak, jarang2 tuh. Tapi g lebih amazing tengah hutan ada pasar~

      Hapus
  2. Nice story Visya!! Hahaa..
    awalnya jg aku takut panaas pas balik duduk di atas elf tp seperti kata hanafi dan anam "kl udah jalan ga akan berasa panasnya kok" dan well ternyata mereka benar 😊😊

    BalasHapus
  3. Sayang banget ga bisa ikutan ke GiriJagabaya. Next kita buat lagi IAD part II di daerah yang lebih termarjinal.
    #SalamInspirasi

    BalasHapus