Lima Cara Menjadikan Keluarga Sebagai Ruang Tumbuh Kembang Anak Usia Dini



Anak kecil?  Sebagian perempuan mungkin menyukainya,  termasuk aku.  Eh tunggu dulu, anak kecil yang aku suka adalah mereka usia kelas 1 SD ke atas. Maklum dulu aku kerap melakukan pengabdian SD pelosok desa.

"Terus gimana dengan anak balita?"

Ah aku ga suka.  Anak balita itu cerewet,  ngga bisa diam... Pokoknya ga suka. Itu berarti secara ga langsung aku ngga tertarik sama anak usia dini.

Tapi semua berubah ketika aku menjadi seorang bunda...

Hari hariku diiisi oleh kehadiran seorang anak bayi yang kini berusia hampir dua tahun. Sejak dirinya lahir kecintaanku pada dunia pengasuhan anak usia dini mulai tumbuh dan kian membuncah. Buku-buku yang kebaca,  Artikel-artikel yang ku-browsing  di internet,  tentu ngga jauh-jauh dari itu.

Maka benarlah,
"Janganlah kamu berlebih-lebihan dalam membenci,  bisa jadi itu sesuatu yang kamu cintai kemudian hari... "

Ah kena deh!  :')


Sebagai seorang lulusan pendidikan, aku setuju banget dengan tujuan pendidikan nasional dalam UU No. 20 tahun 2003, yaitu mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Anak usia dini sendiri didefinisikan sebagai individu yang berusia 0 hingga 6 tahun.  Itu berarti fase dari baru lahir sampai me jelang masuk sekolah dasar. 

Perkembangan Anak Usia Dini
Secara umum tahapan perkembangan anak usia dini terbagi dalam lima aspek; fisik, spiritual, kognitif, bahasa, sosial-emosional. Pada tahun pertama,  perkembangan pesat terjadi pada fase fisik,  sementara aspek lainnya masih belum terlalu terlihat.

Secara fisik meliputi penambahan berat badan, panjang badan, lingkar kepala, jumlah gigi, kemampuan melihat,  mendengar, tengkurap,  merangkak, berjalan hingga berlari.

Secara kognitif,  pada rentang 3-18 bulan anak bisa mengenali wajah orang terdekat ya, memahami perintah sederhana,  mencari benda tersembunyi,  dan sebagainya. Sedangkan pada rentang 18-24 bukan anak sudah bisa bermain balok,  puzzle, menyebut objek, mengenal bagian tubuh, dan lain sebagainya.

Secara spiritual, sejak usia 3 bulan bayi sudah mulai bisa diperkenalkan dengan surat-surat pendek (untuk muslim) ataupun kisah-kisah dalam kitab sucinya. Umumnya sejak usia 18 bulan, anak sudah bisa meniru gerakan sholat (untuk muslim) atau gerakan beribadah lainnya. Di fase 24 bukan ke atas anak sudah bisa mengucapkan juta maaf dan terimakasih.

Secara sosial-emosional,

Secara bahasa,


Pentingnya Pendidikan Anak Usia Dini
Pertama,  pendidikan usia dini adalah fondasi awal seorang individu. Selayaknya sebuah rumah tidak bisa berdiri tanpa fondasi,  pun seorang individu akan mudah terombang ambang jika tidak memiliki fondasi yang kuat: pendidikan usia dini.

Kedua, membentuk karakter awal anak. Jika anak sudah dibekali penanaman karakter pada fase ini maka niscaya akan terbawa hingga ia remaja bahkan dewasa. Tinggal bagaimana orangtua konsisten dalam menanamkan karakter baik pada anak.

Keluarga Sebagai Tempat Tumbuh Kembang
"Harta yang paling berharga,  adalah.. Keluarga. "
Tentu kita ngga lagi asing dengan kutipan lirik di atas,  bukan? Aku pribadi setuju banget dengan lirik di atas.  Bagiku keluarga adalah tempat datang dan pulang, juga tempat curhat pertama. Akupun dan suami menanamkan hal itu dalam keluarga kami. Keluarga juga menjadi ruang tumbuh kembang pertama seorang anak usia dini.

Lantas apa yang bisa dilakukan keluarga,  dalam hal ini khususnya orangtua,  mengoptimalkan perannya dalam tumbuh kembang anak usia dini?
1. Memberikan stimulasi sesuai fase usia
Ini berkaitan dengan kemampuan motorik dan sensori anak. Pemberian stimulasi dapat dilakukan misalnya dengan aktivitas bermain di alam, berjalan tanpa alas di rumput/pasir, menyendok, menuang,  dan lain sebagainya.

Sayangnya masih banyak orangtua meremehkan tentang pentingnya stimulasi bagi anak usia dini. Sebagai contoh, seorang anak pada fase sekolah dasar belum mampu memegang pensil, kemungkinan besar ia mengalami kekurangan stimulasi tangan saat usia dini. Daripada menyesal di kemudian hari, lebih baik memaksimalksn pemberian stimulasi,  bukan?

2. Memberikan asupan nutrisi seimbang dan bergizi
Anak usia dini khususnya yang masih berada pada fase 1000 Hari Pertama Kehidupan (0-2 tahun) sangat membutuhkan nutrisi lengkap. Dimulai dari ia dalam kandungan, menyerap nutrisi dari apa yang dimakan ibunya. Kemudian saat ia lahir,  nutrisi didapatkan dari ASI. Barulah di atas usia 6 bulan ia mendapatkan nutrisi lewat apa yang dimakannya. Oleh karenanya orangtua harus mengoptimalkan pemberian nutrisi sesuai fase usia anak. Bukan sekadar makan tapi perhatikan menu di dalamnya.  Menu 4 bintang harus selaku ada dalam piring anak. Eits, tak harus yang mahal, menu 4 bintang juga bisa dipenuhi sesuai budget keluarga.

3. Menjadi imitasi atau role model anak
Dalam Montessori, usia dini adalah usia absorbent mind, dimana anak akan menyerap sebanyak-banyak informasi di sekitarnya melalui visual dan auditori. Anak juga memiliki kemampuan meniru. Jadi teringat, saat anakku menurunkan gerakan sholat dan berdoa padahal kami tak pernah mengajarinya secara langsung.  Ternyata itu adalah buah penglihatan yang ia imitasi. Ini jadi semacam 'cambuk' dan pagar bagi orangtua agar senantiasa mencontohkan hak baik (saja). Tentu kita tidak kau anak meniru perbuatan buruk kita bukan?

4. Menyelimuti anak dengan afeksi (rasa kasih sayang)
Penting bagi seorang anak usia dini merasa dikasihi dan disayangi. Kasih sayang tak melulu soal memberikan semua yang diinginkan anak melainkan yang dibutuhkannya. So,  orangtua harus paham bagaimana mendidik anak agar tak menjadi manja tapi juga tak acuh.

5. Memberikan apresiasi atas setiap kebaikan anak
Anak usia dini mungkin belum paham pentingnya apresiasi, tapi percayalah mereka suka diapresiasi. Apresiasi tidak harus berupa pemberian materi, hal hal sederhana pun dapat dilak seperti memberikan tepuk tangan, mengagungkan jempol,  atau mengucapkan "Terimakasih telah berbuat baik". Pada anak usia besar,  apresiasi dapat menumbuhkan semangat nya untuk melakukan kebaikan itu berulangkali. Tapi jangan lupa memberi pemahaman bahwa tanpa pujian pun kebaikan harus dilakukan.

Jadi dapat disimpulkan, lima peran keluarga disini adalah stimulasi, nutrisi, imitasi, afeksi dan apresiasi. Dengan  kelima ya,  niscaya anak usia dini memiliki pegangan yang kokoh untuk kehidupannya di masa mendatang.


Aksi Nyata Bunda Visya Peduli Pendidikan Anak Usia Dini 
Ngga perlu jauh jauh jadi guru PAUD atau sejenisnya untuk mewujudkan aksi nyata kepedulianku terhadap pendidikan anak usia dini. Nyatanya  aku punya anak sendiri yang membutuhkan PAUD.
Lalu, apa aja yang sudah dan sedang aku lakukan?
💙 Mengupgrade ilmu tentang PAUD. Ini kulakukan dengan menulis, membaca buku,  artikel,  sharing sesama ibu bahkan sampai mengikuti workshop dan short course. Ini adalah beberapa dokumentasi saat saya mengikuti workshop stimulasi anak usia dini dan shprt course Montessori. 





💙 Mencatat target pendidikan usia dini bagi anak. Aku dan suami menyepakati tentang gimana cara mendidik Icham,  habits yang ingin ditunjukkan, dsb. Eits bukan berarti ambisius, hanya sebagai pagar tentang DO and DONT.

💙Menemani anak bermain dan memberikan aktivitas harian. Karena aku penganut Montessori based, setiap hari secara rutin aku memberikan aktivitas sensori pada Icham. Berikut beberapa contoh kegiatan Icham dan bunda. 



💙 Berbagi sesama ibu. Semua aktivitas harian yang aku dan Icham lakukan aku share di Instagram @karyabundavisya. Sebagai media dokumentasi  dan berbagi. Aku juga berkolaborasi dengan seorang temanku yang juga seorang ibu dalam mendokumentasikan Kegiatan anak. Silakan dicari dengan hashtag #MainbarengDevaxIcham di instagram  :)


💙 Memilihkan sekolah PAUD yang tepat untuknya kelak. Aku sudah mulai survey sekolah-sekolah PAUD terdekat sini yang kelak bisa aku dan suami pilih untuk Icham.

Referensi:
Hayati, Nur. Peran Orang Tua dalam Pendidikan Anak Usia Dini.  UniverUnive Negeri YogyaYogya :Yogyakarta.

https://www.silabus.web.id/category/manajemen-paud/amp/page/3/

John, Dewe. Peran Orang Tua dalam Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Zahra, Zahra. 2019. Islamic Montessori. Penerbit Anakkita: Jakarta. 

19 komentar:

  1. Masyaallah, bersyukur ya, bisa tumbuh rasa cinta pada anak sejak usia dini.

    BalasHapus
  2. Bunda Visya keren banget euy, aku dulu masih sibuk kerja waktu anak-anak masih kecil dan enggak bisa kasih sesuatu yang menurut aku spesial seperti ini. Lanjutkan bun

    BalasHapus
  3. Alhamdulillah dedek tumbuh besar diantara dua orangtua yang kompak dan perhatian sejak dini, jadi selalu terpantau ya mbak. Thanks sharingnya

    BalasHapus
  4. Tidak menyangka bahwa jurusan yang kita ambil ternyata berguna juga walaupun kita hanya sebagai ibu rumah tangga.

    Mengajarkan pada anak sendiri

    BalasHapus
  5. Pendidikan anak usia dini memang penting karena anak berada dalam fase pertumbuhan otak yg sangat pesat sayang kalau ngak di stimulus dengan baik terutama dalam keluarga.

    BalasHapus
  6. Penting bgt ya kita sebagai orang tua harus tau ilmu parenting agar anak bs tumbuh optimal sesuai usianya dgn cakupan nutrisi dan pendidikan yang cukup

    BalasHapus
  7. Saat ada artikel parenting seperti ini selalu saya bookmark. Secara saya sendiri sedang belajar banyak terkait perawatan tumbuh kembang anak. Siap siap kembali untuk baca ulang
    Apalagi itu hasta karyanya pasti disukaj anak-anak

    BalasHapus
  8. Dengan pendidikan anak usia dini menjadi jembatan untuk bekal anak berprestasi di kemudian hari, baik prestasi nilainya maupun akhlakul karimah nya

    BalasHapus
  9. Semoga jadi naka yang soleh, sehat dan cerdas ya Icham. Alhamdulillah Ayah Bundanya terus belajar menjadi orang tua dan pendidik yang terbaik bagi buah hatinya.
    Semangat Mom Visya:)

    BalasHapus
  10. Senang pastinya melihat perkembangan hari demi hari si kecil. Hari ini sudah bisa ini . Bangga sebagai ibu melihat ruang tumbuh kembang anak

    BalasHapus
  11. aku setuju banget mba, memberi stimulasi sesuai usia. dari beberapa praktisi pendidikan yang pernah aku dengar, ternyata over stimulated berbahaya banget ya

    BalasHapus
  12. Kalo tentang perkembangan secara sosial-emosional dan secara bahasa bagaimana? Ditunggu sharingnya..

    BalasHapus
  13. Menjadi role model nih langkah yang paling susah. Aku sampai sekarang masih harus belajar banyak. Soalnya kadang gak nyadar ngelakuin sesuatu. Tapi begitu anak melakukan hal serupa, baru sadar kalo mereka ternyata biru kita :(

    BalasHapus
  14. Aku selalu bangga sama anak-anak, karena mereka begitu bisa mengikuti alur perkembangan nah keluargaku yang menjadi tolak ukur untuk pertumbuhan anak.

    BalasHapus
  15. Selalu kagum sama ibu-ibu yang telaten ngasi kegiatan montessori untuk anaknya, kalau aku udah lambaikan tangan ke kamera saja, heuheu. Padahal manfaatnya banyak, tapi aku terlalu males :D

    BalasHapus
  16. Artikel yang bermanfaat, thanks for sharing mbak :)

    BalasHapus
  17. Tumbuh kembang anak yang paling utama didukung oleh faktor keluarga. Karena dengan keluarganyalah anak akan berinteraksi dan belajar.

    BalasHapus
  18. Keren banget stimulasinya nih, Bunda Visya. Bahagia banget bisa mengajar anak sendiri ya..

    BalasHapus
  19. Seneng bisa belajar & praktek pola belajar montessori dari pakarnya. Aku kepoin ya bun, buat praktikin kegiatan montessori anak anak di rumah

    BalasHapus