Refleksi Perjalanan Hidup Minimalisku

  


Menjadi istri dan ibu adalah salah satu fase hidup yang paling adaptif, juggling tapi tak terlupakan. Bener apa betul, Bun?


Setidaknya itu yang aku rasakan di tahun 2017. Aku yang dulunya aktif bergerak gemar berpetualang kesana kemari, seketika harus "mendekam" di rumah bersama makhluk kecil tanpa dosa. 


Ditambah aku saat itu baru menyadari banyaknya barang, khususnya pakaian, yang aku punya. Duuuh, mo pengsan! Aku ngerasa sangat overwhelmed! 


Sebenarnya barang-barang itu sebagian besar bukan hasil pembelianku, melainkan lungsuran yang jujur sulit kutolak saat itu. 


Lalu suami merekomendasikanku buku "The Life Changing Magic of Tidying Up" nya Marie Kondo. 


Buat dibaca? Bukaan.. buat dijual! Wkwk. Saat itu kita baru merintis usaha toko buku Birupink Bookstore dan suami menyarankan aku jadi reseller penerbit dan open PO buku tersebut. 


Tapi tentu aku baca juga dong! Saking penasarannya, apa iya beebnah bisa mendatangkan "keajaiban"? 


Kubaca.. kubaca.. aku tercerahkan dengan kondisiku yang saat itu kelimpungan dengan banyak barang. Aku mulai mempraktikkan decluttering seperti yang dipaparkan Marie Kondo dalam bukunya, menyingkirkan sebagian besar barang yang aku punya tapi tidak lagi kubutuhkan. 


Magically! Aku merasa hidupku lebih plong, khususnya secara mental. Aku lebih banyak pertimbangan, alias ngga bermudah mudah, ketika membeli barang, khususnya pakaian. 


Melakukan decluttering adalah salah satu praktik hidup minimalis. Tapi jujur waktu itu belum kenal banget tentang gaya hidup minimalis, selain hanya tahu "minimalis itu hitam putih". Ada yang samaan?


Kemudian di tahun 2020 saat pandemi terjadi, disitulah aku semakin mengenal gaya hidup minimalis dan hidup minim sampah. Perlahan mulai rutin mempraktikkannya. Yha meskipun aral rintangan tetap ada ya. Salah satunya bagaimana mengkomunikasikan dengan partner satu atap; suami. 


Hidup Minimalis Membuatku... 

Hidup minimalis juga membuatku lebih bijak dalam mengambil keputusan yang efeknya ngga cuma ke diriku dan keluargaku, tapi juga ke lingkungan. Contohnya, ketika mau membeli jajan, aku memilih untuk membawa wadah sendiri agar tidak menghasilkan sampah. 


Hidup minimalis membuatku lebih sadar utuh dan hadir penuh menikmati setiap momen. Contohnya, aku memilih untuk menikmati makan tanpa melakukan aktivitas lainnya. Sulit di awal? Pasti. Tapi hasilnya, aku jadi lebih menikmati rasa, tekstur, aroma makanan. Nikmat yang ngga bisa didapatkan ketika aku nyambi ini itu. Cobain deh!  


Hidup minimalis membuatku lebih menikmati proses, tidak terburu-buru tapi juga tetap punya tujuan. Hasilnya, aku bisa merasakan apa-apa yang hanya aku rasakan ketika aku melambat. Kalau katanya Sung Nim "The Things You Can See Only When You Slow Down" 


Hidup minimalis membuatku alasanku untuk bahagia jadi lebih sederhana Aku bisa bahagia hanya dengan membaca buku atau cuddling dengan anak, tanpa harus menghabiskan dana jutaan. Aku tidak harus menunggu orang lain membahagiakanku, meskipun itu suamiku sendiri. 


Hidup minimalis membuatku lebih bisa berkata "tidak" daripada mengiyakan semuanya dan menjadi seorang people pleaser. Kalau katanya Jeong Moon Jeong "Tak Mungkin Membuat Semua Orang Senang". 


Hidup minimalis membuatku tidak bermudah mudah belanja ini itu, sekali lagi, karena aku percaya setiap konsumsi yang kita lakukan atau barang yang kita beli, punya dampak ke diri dan lingkungan. Hidup minimalis jadi bikin aku lebih sayang ke bumi yang ingin aku teruskan ke anak cucu dalam kondisi yang baik. 


Hidup minimalis membuatku bisa mengambil jeda, dari kehidupan maya yang menjadi sumber penghasilanku dari rumah. Aku jadi lebih punya batasan tentang "jam kerja". Aku jadi lebih selektif memilih tawaran pekerjaan. Aku tidak lagi seambisius dulu.  


Hidup minimalis membuat langkahku lebih ringan. Aku tidak dibayangi banyaknya tumpukan barang. Apakah artinya rumahku tidak ada lagi barang yang tidak dibutuhkan? Tidak, masih ada barang-barang yang harus dikeluarkan, milik suami dan anak tapi aku lebih bisa berdamai dan membersamai proses mereka untuk melepaskan. Aku tidak dibayangi pekerjaan dan rutinitas yang dulu rasa rasanya "menakutkan". Bukan karena jumlahnya berkurang, melainkan karena aku sudah menemukan seni pengelolaan yang tepat untukku. 


Meskipun aku akui tidak mudah menjalani hidup minimalis dalam posisi sebagai istri dan ibu. Tapi aku juga yakin, apapun posisinya, single maupun menikah, tentu ada tantangannya. Bahkan yang posisinya sesama ibupun tantangannya pasti berbeda-beda. 


Kunci dari itu semua adalah kendali diri (self control). Tidak ada yang punya kendali atas diri kita selain diri kita. Kendali diri juga membuat kita fokus pada apa yang bisa kita kontrol. 

Makna Hidup Minimalis (Versiku)

Bagiku hidup minimalis itu tahu batas "cukup" versi diriku dan banyak bersyukur. Emang benar ya, syukur itu membuat hati lebih tenang. Fokusnya bukan lagi "apa yang dipunya orang lain" tapi "apa yang sudah aku punya". Tentu bukan berarti hidup tanpa tujuan. 

Kalo diringkas sih, minimalis itu menurutku; 

- merasa cukup 

- sering dan banyak bersyukur

- sadar utuh, hadir penuh, punya self control

- mudah merasa bahagia 


Dampak Apa yang Aku Rasakan?

First of all, ruang lebih lapang karena rutin decluttering alias mengeluarkan barang yang tidak dibutuhkan. Tentu aku mencoba selalu #BijakMembuang dengan menghibahkan atau mendonasikan atau menjual untuk yang masih layak pakai/guna/konsumsi dan menyalurkan ke lembaga daur ulang untuk yang sudah tidak layak. 

Kedua, tidak terlalu ambis dan lebih meringankan langkah dalam menjalani peran sehari hari sebagai ibu dan sebagai pekerja sosial media khususnya, seperti yang aku sampaikan di atas. 

Ketiga, pengeluaran lebih terkontrol dan minim bocor alus. Sekali lagi, kuncinya punya kendali diri. Sebenarnya peran kita para ibu sebagai manajemen keuangan keluarga bisa berdampak positif jika kita punya kendali diri dan menjadi pengingat bagi anggota keluarga lainnya. Ingat, minimalis bukan berarti pelit melainkan bijak dalam membeli dan berkonsumsi. 

...dan beragam dampak lainnya. 

Pada Akhirnya... 

Seiring berjalannya waktu, jika dulu alasan ruang lapang menjadi motivasiku menjalani hidup minimalis, kini berbeda. Yang sekarang menjadi motivasi utama aku menjalani hidup minimalis adalah motivasi spiritual. Kesadaran bahwa segala sesuatunya kelak akan dihisab; barang yang kita punya, amanah yang kita pegang, setiap konsumsi yang kita lakukan. 


Aku bukan makhluk tanpa dosa, tapi berusaha sebisa mungkin meringankan langkah kakiku menuju hisabNya, dengan memiliki secukupnya dan mengkonsumsi sebutuhnya. 


Aku belum sempurna menjalani hidup minimalis. Kadang masih terseok, kadang masih merasa goyah tapi aku sudah punya kendali atas diriku (self control) yang bikin aku on track lagi. 



1 komentar:

  1. Naaah aku skr fokus utk lebih minimalis dan mengurangi barang di rumah Krn ada yg nasehatin soal hisab mba. Jadi takut ...makanya banyaak bgt akhirnya baju2 yg ga terpakai, aku kluarin, dan donasiin.gitu juga sepatu. Yg masih susah suami. Alasan dia Krn kantor nya sering ngadain acara dan ga mungkin dia pakai itu2 aja utk sepatu, baju dll. Jadi bisa dibilang lemari dia numpuk, lemariku lebih lega 😄

    Dan barang anak kayak mainan aku blm bisa banyak ngurangin. Tapi setelah mereka agak besaran, bakal beresin sih semuanya.

    Selain Krn hisab, aku juga ga suka rumah banyak barang,, Krn jadi tempat bersarang tikus dan kecoa. Itu juga bikin histeris soalnya 🤣🤣

    BalasHapus