Mengingatnya adalah Hal Terindah dalam Hidup(ku)

source : google.com

"Innalillahi wa inna ilaihi rojiun..."
Mulutku bergetar menyebut kalimatullah tersebut. Sebuah berita menghentak dadaku. Sesosok pahlawan itu telah pergi menghadap ke haribaanNya.
Rasanya baru kemarin..
Beliau berdiri tegak di depanku, mengajarkan tentang keindahan bahasa kami, bahasa Indonesia.
Rasanya baru kemarin..
Kulihat beliau tergeletak tak berdaya, kala rasa sakit itu menyelimuti tubuhnya.
"Doain ibu ya, Vi." begitu ucapnya. 



Dan kini aku berdiri, sementara beliau di depanku tertidur di dalam tanah untuk selamanya. Kulantunkan dzikir dan seuntai Yasin untuknya. Lalu kutaburkan rupa bunga di atas pusaranya. Tanah itu basah, seperti mataku.

Beberapa minggu sebelumnya, berita duka cita pun sudah terdengar. Dilanjutkan beberapa minggu kemudian, sebuah berita duka cita kembali terngiang. Saudari-saudari seperjuanganku, saudar-saudariku dalam dakwah, mendahuluiku menghadap sang pencipta, Allah S.W.T.
Mungkin sebagian dari kita, terutama orang-orang terdekat almarhumah tak ada yang menyangka dan terus melantunkan tanya, "Mengapa harus kamu?"
"Sebab Allah begitu mencintainya, lebih daripada kita mencintainya.."

Ia Begitu Dekat
"Kullu nafsin dzaikotul maut."
Setiap yang bernyawa pasti merasakan kematian. Ia bukanlah sebuah kemungkinan, melainkan kepastian. Ia tidaklah jauh melainkan begitu dekat. Dahulu ketika SMP ada materi mengenai keimanan. Di sana ada salah satu indikator meningkatkan keimanan; MENGINGAT KEMATIAN. Sebagai seorang siswi putih biru nan polos, aku awalnya tak mengerti. Tapi kini aku begitu memahami bahwasanya mengingat kematian itu dapat meningkatkan kadar keimanan. Keimanan, sekaligus ketakutan pada Dzat Yang Maha Kuasa, Allah S.W.T. Bukan hanya memahami namun juga benar-benar merasakannya! Ketika teringat padanya hati ini terasa bergetar hebat. Mulut ini tak luput ucapkan asmaNya.

Mengingat kematian memberi kekuatan pada diri..
Bahwa hidup harus senantiasa bersyukur, sekalipun massanya sekecil quark atau sebesar matahari.
Mengingat kematian memberi konsep diri..
Fastabikhul khoirot, berlomba-lombalah dalam kebaikan.
Bukan untuk dipamerkan pada manusia, namun untuk dipersembahkan pada sang pencipta.
Mengingat kematian = Mengingat Allah
Sebab begitu nyawa terlepas dari raga, Allah akan menyambut dengan berbagai cara.

Ia Dinikmati dalam Berbagai Cara

Kematian bukan hanya 'dinikmati' beberapa manusia, melainkan seluruh manusia di muka bumi. Ada banyak cara dari Allah bagi setiap hambaNya untuk menikmati' hal tersebut. Sebagian diberikan dalam keadaan khusnul khotimah, sebagian dalam keadaan mengenaskan.. Naudzubillahi min dzalik!
Ya Allah, apa saja yang sudah kulakukan selama belasan tahun silam?
Sejak Ibu mengeluarkanku dari rahimnya.. Sejak Ayah mengumandangkan adzan di telingaku?
Sejenak aku menatap sebutir pasir..ah, tidak, dosaku tentu lebih banyak..
Sejumput pasir? Tentu masih banyak.
Sehampar padang pasir? Entahlah, yang kuprediksi ia begitu luas.
Allahurabbi! Lalu bagaimana jika kelak atau bahkan sedetik kemudian aku menghadapMu?
Kuasa apa aku menolak?
Namun bekal apa yang mampu kupersembahkan?
Sholatku pun tak selalu sempurna
Sunahku pun kadang tak terjaga
Hafalanku pun belum seberapa
Allahurabbi!
Aku ingin menikmati kematian dengan cara terindah dariMu
Dalam syahidMu, seperti doa yang terselip dalam namaku
Meski tentu sakit tak tertahankan ketika nyawa terpisah dari raga
Tapi sebuah senyuman khusnul khatimah niscaya akan menghapusnya..

Begitu banyak fenomena-fenomena tadzkirotul maut yang nampak di hadapan..
Barangkali ini adalah tulisan terakhirku. Barangkali hari ini adalah hari terakhirku. Ya, barangkali.. Tapi kematian tak mengenal kata 'barangkali' atau 'mungkin' atau sejenisnya. Ia pasti, ia pasti!

Mengutip kata saudariku yang raganya telah bersemayam di bawah sana, yang jiwanya telah menghadap pada tuhanNya, yang namanya akan terus terkenang..
Saudara seperjuangan, saudara dunia akhirat.. Aku akan merindukanmu karenaNya.. Aku pasti akan menyusulmu.... :'"

-Di bawah langit biruNya, 071112-

0 komentar: