Islamic Finance Mindset & Salah Kaprah Tentang Uang



Semasa single aku tak banyak memikirkan soal keuangan. Bukan berarti tak menghasilkan uang, aku bekerja meski hanya freelance guru bimbingan belajar. Tidak memikirkan keuangan yang kumaksud lebih kepada uang yang aku hasilkan ya aku gunakan untuk kebutuhan personal semata, khususnya hobi travelingku. Jangankan soal investasi, soal budgeting bulanan saja aku belum paham. Oh ya dan produk keuangan (padahal hanya akun bank :D) masih yang konvensional. 


Hingga akhirnya aku menikah, disinilah titik balikku. 


Bukan hanya titik balik kehidupan sebagai seorang istri tapi juga di banyak lini kehidupanku termasuk keuangan. Lewat perantara suami, kami akhirnya hijrah ke perencanaan keuangan berbasis Islam. Kami perlahan meninggalkan produk keuangan konvensional dan beralih ke syariah. 


Tempo hari, aku berkesempatan mengikuti webinar bertema "Islamic Finance" yang diadakan oleh Insyirah Finance dan Jago Syariah. Mbak Dewi Ratna Amelia sebagai narasumber memberikan pemaparan yang menurutku sangat mudah dipahami dan insightful. 


Islamic Finance Mindset

Memiliki perencanaan keuangan berbasis Islam dimulai dari memiliki money mindset, sebelum melangkah lebih jauh. Money mindset adalah bagaimana seseorang berpikir tentang uang dan harta yang dimiliki. Money mindset sebaiknya dimilik setiap orang selama ia masih membutuhkan uang. Namun seorang muslim punya money mindset yang berbeda yaitu yang berbasis hukum Islam atau islamic financial mindset.


1. Harta kita adalah titipan Allah

Money mindset yang utama dan pertama perlu dimiliki adalah bahwa harta yang kita miliki adalah titipan Allah ke manusia. Baik itu berupa uang tunai, aset fisik dan sejenisnya. Hal ini jelas Allah sampaikan di Q.S. Yunus ayat 55

"Ketahuilah sesungguhnya milik Allah-lah apa yang ada di langit dan di bumi. Bukankah janji Allah itu benar? Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui." Q.S. Yunus ayat 55

Pemikiran ini tentu berbeda dengan pemikiran kapitalis yang berpikir  "ini uang saya, milik saya, terserah saya." Namun Islam tidak demikian. Tidak hanya harta, anak dan pasangan juga titipan dariNya. 


Ketika sudah mengetahui dan memiliki pemikiran ini, tidak ada lagi keterikatan dengan harta kita yang berlebihan. Rasa yang kita miliki (hanya) kesadaran untuk menjaga harta sebagai amanah dariNya dan mengeluarkannya sesuai syariatNya. 


Kesadaran bahwa harta milik Allah, pemegang amanah (trusthy) memberikan efek pada diri kita sebagaimana dalam QS Al Hadid 7. 


"Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan infakkanlah (di jalan Allah) sebagian dari harta yang Dia telah menjadikan kamu sebagai penguasanya (amanah). Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menginfakkan (hartanya di jalan Allah) memperoleh pahala yang besar."  QS Al Hadid 7


2. Sadar bahwa harta adalah ujian

Jika ada yang beranggapan bahwa memiliki banyak harta adalah sebuah anugerah semata, pada dasarnya hal itu kurang tepat. Manusia bisa diuji dengan harga yang banyak dan harta yang sedikit. Manusia pada dasarnya menyukai harta maka Allah jadikan ujian. 


Kamu pasti akan diuji dengan hartamu dan dirimu. Dan pasti kamu akan mendengar banyak hal yang sangat menyakitkan hati dari orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu dan dari orang-orang musyrik. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang (patut) diutamakan. (Q.S. Ali Imran: 186)

sumber: Pixabay


Tidak hanya sekadar kerjanya sudah halal tapi kemana kita habiskan harta kita juga akan dimintai pertanggungjawabannya. Efeknya? Kita akan dimintai pertanggungjawaban terhadap harta kita sebagaimana hadits Rasulullah SAW.


“Tidak akan bergeser dua telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat sampai dia ditanya (dimintai pertanggungjawaban) tentang umurnya kemana dihabiskannya, tentang ilmunya bagaimana dia mengamalkannya, tentang hartanya; dari mana diperolehnya dan ke mana dibelanjakannya, serta tentang tubuhnya untuk apa digunakannya” (HR. Tirmidzi).


3. Allah memberi rezekinya dengan segala kebijaksanaanNya

Pada suatu kali adalah salah seorang bertanya pada Mbak Dewi, "apakah menabung adalah pertanyaan bahwa kita tidak meyakini rezeki Allah?"

Jawabannya, tidak. Menabung, baik itu menabung konvesional, investasi, dana darurat termasuk asuransi, adalah sebuah ikhtiar manusia yang dilanjutkan dengan tawakal. Bukankah Allah memerintahkan hambaNya untuk berusaha lalu berdoa?


Allah memang memberikan rezeki pada setiap hambaNya. Pun Allah sudah mengatur rezeki setiap hambaNya. Namun kita perlu sadar untuk berusaha mendapatkan rezeki. Ya, lagi-lagi soal ikhtiar. Efeknya? Kita harus bersabar, bersyukur sebagaimana dalam Q.S. Ibrahim ayat 7.


Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.”


Salah Kaprah Tentang Uang

Bicara soal uang yang katanya "mudah diatur" tapi nyatanya masih ada saja salah kaprah di masyarakat tentang uang. Beberapa salah kaprah tersebut antara lain: 

- financial planning bikin cepat kaya. Padahal tidak serta merta hal itu terjadi. Memang membuat perncanaan membuat kita memiliki semacam pedoman yang akhirnya berimbas ke pengeluaran yang paling tidak tidak melebihi pemasukan. 

- mengatur uang artinya karakter yang pelit, terlalu irit padahal bukan demikian melainkan menjadikan kita pribadi terencana supaya lebih sejahtera. Dan yang paling penting bukan untuk menumpuk harta. Padahal Allah melarangnya. Kisah Qarun menjadi pembelajaran besar untuk kita khususnya umat Islam

- menjadi orang yang judging terhadap keputusan orang lain. Daripada beli hape X yang mahal, mending beli hape Y yang lebih murah" padahal mungkin memang kebutuhannya demikian. 

- nggak bisa nikmatin hidup. Menjadi alasan berfoya foya padahal segalanya butuh perencanaan.

- menabung artinya tidak percaya terhadap Allah. Padahal dalam Islam Allah mengajarkan menabung seperti nabi Yusuf menyimpan air untuk masa paceklik, bukan karena tidak percaya terhadap Rizki Allah melainkan ikhtiar supaya kita bisa mencapai tujuan keuangan, ibadah. Karena ini tools ibadah, menabung bisa jadi ibadah kepada Allah. 


Financial Planning, Untuk Apa?

Ada beberapa alasan yang "mengharuskan" kita untuk membuat perencanaan keuangan antra lain:

- Menyelesaikan masalah keuangan seperti menghindari riba, menyelesaikan KPR, melunasi hutang, dll. 

- Menghargai diri kita dan pasangan kita

Bentuk pertanggungjawaban harta kita terhadap Allah

- Menunda kesenangan saat ini ubtuk kesenangan masa depan, misal kita mendapatkan bonus 10 juta, bisa saja habis untuk berbelanja tidak kita butuhkan namun kita tunda untuk "kesenangan" dan kebutuhan masa depan. 

Menabung itu bagian dari ikhtiar manusia 

Kalo ngga direncanakan akan sangat sulit. Kita harus tawakal namun harus ada ikhtiar sebelumnya. Ibarat metika mau meninggalkan unta, kita ikat untanya. Pun mau meninggalkan rumah, kita kunci rumah dan pagarnya. 

Semoga kita para muslim bisa selalu memiliki islamic mindset termasuk segala yang berhubungan dengan keuangan. Dan semoga kita bisa menerapkan prinsip prinsip islam ke dalam setiap aktivitas kita termasuk dalam perencanaan keuangan. Aturan Allah pastilah yang terbaik bagi hambaNya. 

0 komentar: