Ketika
masih berusia kanak-kanak, mungkin sebagian dari kita merasa heran dengan
kehidupan orang dewasa. Kita juga menganggap orang dewasa paling berkuasa
dengan melihat contoh orangtua kita sebagai orang dewasa yang paling dekat
dengan kita.
Kita
juga mungkin banyak mendengar nasihat ini itu yang hanya diperuntukkan bagi
orang dewasa.
"Jangan
nonton film itu, itu film orang gede."
"Kalo
ibu bapak kan sudah dewasa, kamu masih kecil."
Setidaknya
itu semua yang aku alami dan rasakan. Bagaimana dengan kalian?
Ketika
usia beranjak remaja, kemudian perasaan heran berbuah keinginan. Ya, mungkin
sebagian dari kita mendambakan menjadi sosok orang dewasa.
"Jadi
orang dewasa itu kayaknya enak ya. Bebas melakukan ini itu. Bebas ngapain
aja." pikirku saat usia remaja dan pra dewasa.
Kebalikannya,
ketika sudah (berusia) dewasa, sebagian dari kita justru merindukan masa
kanak-kanak ketika dunianya hanya seputar bermain sambil belajar. Kita juga
merindukan dunia remaja ketika asa begitu menggebu, pertengahan antara
anak-anak dan dewasa.
Menjadi
orang dewasa ternyata beban hidup bertambah, pertanyaan ini itu bertambah;
kapan lulus, kapan nikah, kapan punya anak dan kapan lainnya. Kita mungkin
tidak berekspektasi terhadap itu semua yang akhirnya membuat kita
berpikir..
"Aku
sudah dewasa, tapi kok kayak ga tahu apa-apa?"
Karena
orang dewasa juga manusia... Coba deh simak ulasan buku yang relate dengan
apa yang kusampaikan di atas.
Spesifikasi Buku
Judul
: Menjadi Dewasa Tanpa Tahu Apa Apa
Jumlah
Halaman: 268
ISBN
: 9786025921667
Pengarang
: ULNYANGYI
Penerbit
: Aria Media
Tahun
Terbit: 2022
Bahasa
: Indonesia
Blurb
"Orang
dewasa yang hebat bukanlah mereka yang sempurna tanpa kesalahan, tetapi mereka
yang belajar dari kesalahannya dan maju perlahan."
Ada
hal-hal yang baru disadari dalam proses pertumbuhan menjadi dewasa. Ada banyak
hal di dunia ini yang membuat orang dewasa ingin menangis. Jauh lebih banyak
daripada saat kita masih kecil, yang menangis hanya karena terjatuh. Banyaknya
luka yang terukir di dalam hati selama hidup bukan makin berkurang, justru
makin bertambah, hingga pada akhirnya perasaan ingin menangis itu muncul saat
diri kita terusik akan hal yang sepele sekalipun. Meskipun luka yang lama telah
mengeras menjadi koreng, tetapi saat muncul goresan baru di bagian yang lain
rasanya akan sangat sakit.
“Aku
pikir orang dewasa tidak ada yang menangis. Aku pikir, aku tidak akan terluka
setelah menjadi orang dewasa. Aku pikir, aku tidak akan merasa goyah. Aku
pikir, semuanya akan tampak dengan jelas. Terluka dan menangis setiap hari.
Merasa goyah dan khawatir setiap saat, ternyata seperti itulah orang dewasa.
Meski sakit, kamu harus terus menahannya, ternyata seperti itulah orang dewasa.
Seperti itulah diriku, yang tumbuh menjadi dewasa tanpa tahu apa apa.”
Entah
kapan dan bagaimana pertama kali mendengar judul buku ini, tapi salah satu hal
yang menguatkan membaca buku ini adalah membaca ulasan salah seorang
bookstagram. Meskipun dalam ulasannya, beliau tidak terlalu yes dengan buku
ini, tapi aku justru semakin yakin membacanya.
Prinsip
#MemilihTidakBeliBaru aku terapkan dengan mencoba mencari preloved buku ini,
Alhamdulillah ketemu. Padahal nyari buku PL itu ga selalu ada jodohnya XD
Lanjut
ke isi buku...
Sekilas Isi Buku
Pertama
kali mendengar judul buku ini, aku menebak buku ini berisi esai tentang
pemikiran penulis bagaimana kehidupan seorang dewasa dibandingkan dengan
kehidupan anak kecil. Ternyata aku tidak salah tapi juga ngga benar benar banget.
Ya,
buku ini merupakan esai pemikiran penulis dengan POV orang dewasa tapi tidak
selalu dibandingkan dengan kehidupan anak-anak. Ada tulisan yang komparatif
yang intinya s "saat kecil dulu kita begitu menikmati sekitar, namun saat
dewasa kita seolah dikejar banyak hal, lupa menikmati". Namun banyak juga
tulisan lainnya yang sifatnya hanya menjelaskan tanpa komparasi.
Diawali
dengan prolog berjudul Menjalani Hidup dengan Berpura-pura Menjadi
Orang Dewasa, ada 4 bab di dalam buku ini antara lain:
📚 Orang Dewasa Juga Punya Hari Ketika Mereka Ingin
Menangis Sejadi-jadinya
📚 Saat Kamu Berdiri di Perbatasan Antara Anak-anak
dan Orang Dewasa
📚 Kupikir yang Kubutuhkan Hanya Cinta
📚 Kisah Orang Dewasa yang Hobi Memiliki Perasaan
Senang dan Sedih Bergantian
Setiap
babnya terdiri dari 12-15 tulisan pendek yang bisa dibaca dalam sekali duduk.
Salah satu tulisan yang membuatku merenung adalah yang berjudul Menemukan Hati.
Dalam tulisan tersebut penulis bercerita tentang salah seorang temannya yang
selalu berprasangka baik terhadap appaun yang menimpanya. mulai dari kehilangan
barang, ditolak dari lamaran kerja dan lain sebagainya.
Alasan
sikap temannya tersebut membuatku merenung...
"Dia
melakukan ini bukan demi orang lain, bukan juga karena ia menderita gangguan
mental melainkan untuk dirinya sendiri. Jika dia berprasangka positif, hatinya
juga demikian yang berdampak hari-harinya menjadi menyenangkan. Hal sebaliknya
pun berlaku."
Meskipun
sebagian besar tulisan dalam buku ini mencerahkan dan menggugah, sejujurnya,
aku tidak selalu sepakat dengan pemikiran penulis pada beberapa tulisan. Oh ya,
di setiap perbatasan antara akhir tulisan ke tulisan lainnya, selalu disertai
ilustrasi sederhana yang mewakili tulisan sebelumnya. Bagiku ini menjadi hiburan
tersendiri untuk pembaca.
Hal yang Kusukai & Kurang Kusukai
Beberapa
keunggulan buku yang aku notice antara lain:
- ditulis berdasarkan pengalaman penulis (what a plus, for me)
- disertai ilustrasi sederhana yang menghibur
- visual halaman sampul yang menarik (for me! XD)
- ditulus cukup runut karena dibagi menjadi beberapa bab
- disertai pembatas buku
Untuk
kekurangannya, hmm, menurutku lebih ke opini dalam tulisan penulis. Ada
beberapa yang tidaj aligned dengan pemahaman yang kuyakini.
Memang, ini lebih bersifat subyektif.
Penutup
Menurutku
buku ini hadir untuk menepuk pundak kita sesama orang dewasa bahwa menjadi
dewasa tidak harus selalu tampak kuat tanpa air mata dan kesedihan apalagi
penuh tuntutan. Menjadi orang dewasa harusnya menjadi manusia yang bahagia dan
berpikir positif sebanyak dan sesering mungkin tapi juga punya filter ✨
Melalui
buku ini, dari sudut pandang seorang ibu, aku jadi merenungkan.. sudahkah aku
menyiapkan anakku untuk menjadi pribadi dewasa kelak? Orang dewasa yang tidak
hanya secara usia dan fisik tapi juga kematangan emosi. Karena tujuan
pendidikan anak salah satu yang penting adalah menyiapkannya menjadi orang
dewasa yang mandiri dan matang emosional.. Semoga kita para orangtua dimampukan
ya!
Aamiiin ,semoga kita bisa mendidik anak kita menjadi dewasa yang baik ya mba.
BalasHapusBagian yg selalu berpikir positif, aku jadi malu sendiri. Ga jarang sih aku suka berburuk sangka kalo keinginan ga terpenuhi. Padahal bisa jadi itu adalah hal yg baik buat kita. Aku pun belajar utk selalu mengikhlaskan sesuatu di saat kehilangan atau ketika keinginan ga terpenuhi. Harus belajar yakin bahwa Tuhan punya maksud yg lebih baik lagi