PAUD Tarak di Kabuapten Fakfak, Papua (sumber : Indonesia Mengajar) |
Pendidikan Dini Kecakapan Diri:
Solusi Pembangunan Karakter Pada Jenjang Pendidikan Dasar
oleh : Evi Syahida
“Setiap anak tidak terdidik adalah
dosa orang terdidik.” (Anonim)
Siapapun
yang membaca kutipan diatas mungkin akan tercengang dan bertanya-tanya
maksudnya. Kutipan di atas secara tidak langsung menyatakan bahwasanya setiap
anak Indonesia wajib mendapatkan pendidikan yang layak, sebagaimana yang
diungkapkan dalam UUD 1945. Sejatinya sejak awal pembentukannya, bangsa ini
sudah memahami betul hakikat urgensi pendidikan bagi warga negaranya.
Indonesia
menerapkan tiga tahapan pendidikan yakni pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/Mts),
pendidikan menengah (SMA/MA) dan pendidikan tinggi (PTN). Pendidikan dasar
merupakan tahapan yang sangat berpengaruh terhadap kualitas pendidikan seorang
individu. Pendidikan dasar bagaikan fondasi sedangkan individu diibaratkan
sebuah bangunan. Jika fondasi sebuah bangunan itu baik, maka bangunan itu akan
mampu berdiri kokoh. Begitupun dengan individu. Jika pendidikan dasar diberikan
dengan baik maka ia akan mampu menyerap ilmu pada jenjang pendidikan berikutnya
dan meningkatkan kualitas dirinya.
Makna Pembangunan Karakter
Secara
etimologis, kata karakter bisa berarti tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau
budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain, atau watak (Tim Redaksi
Tesaurus, 2008: 229). Sedangkan secara terminologis, makna karakter dikemukakan
oleh Thomas Lickona. Menurutnya karakter adalah “A reliable inner
disposition to respond to situations in a morally good way.” Selanjutnya
ia menambahkan, “Character so conceived has three interrelated parts:
moral knowing, moral feeling, and moral behavior” (Lickona, 1991: 51).
Pendidikan
karakter menurut, Ryan dan Bohlin, mengandung tiga unsur pokok, yaitu
mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan (loving
the good), dan melakukan kebaikan (doing the good) (Lickona, 1991:
51).
Pembangunan
karakter adalah kondisi dimana individu memiliki karakter dalam dirinya yang
terbentuk dan kasat mata terlihat orang lain. Pembangunan karakter bukanlah hal
yang mudah dan tidak serta merta dapat terjadi secara instan. Kesadaran
pemerintah Indonesia terhadap pentingnya pembangunan karakter dibuktikan dengan
diterapkannya pendidikan karakter pada beberapa kampus dalam negeri sebagai
pemodelan. Sementara itu pada tingkan pendidikan menengah marak
diaplikasikannya Kantin Kejujuran yakni kantin tanpa penjual sehingga
mengandalkan kejujuran para pembelinya. Selanjutnya bagaimana dengan pendidikan
karakter di jenjang pendidikan dasar? Seberapa pentingnya kah?
Studi Kasus Bullying Sekolah Dasar di
Padang
Pembangunan
karakter amat penting diterapkan pada siswa di berbagai jenjang pendidikan.
Beragam permasalahan yang muncul pada pendidikan dasar salah satunya disebabkan
kurangnya pembangunan karakter pada diri anak didik di jenjang pendidikan
dasar.
Kita
tentu tak lupa dengan sebuah fenomena ‘besar’ yang ‘menjatuhkan’ nama baik
pendidikan di Indonesia khususnya pendidikan dasar. Berbagai sosial media tak luput dengan
pemberitaan tersebut. Fenomena ini terjadi di sebuah sekolah dasar di kota
Padang, Sumatera Barat. Seorang siswi mengalami tindak bullying oleh
teman-teman sekelasnya yang notabene laki-laki dikarenakan hal sepele.
Kasus
ini pun terangkat lantaran maraknya media sosial yang mengangkat berita ini.
Sayangnya kasus ini hanya diselesaikan dengan satu kata maaf. Mengucapkan maaf
lalu selesai. Musyawarah memang dibenarkan dalam menyelesaikan masalah. Namun
untuk kasus kali ini berbeda karena harus ada imbas jera pada pelaku yakni para
siswa yang melakukan tindak bullying.
Hal
itu merupakan implikasi dari kurangnya pembangunan karakter pada jenjang
pendidikan dasar. Hal itu juga merupakan ‘pukulan’ besar bagi pendidikan dasar
di Indonesia. Lantas maukah kita melihat fenomena-fenomena semacam terulang
kembali? Tentu saja tidak. Lantas bagaimana mengimplementasikan urgensi
pembangunan karakter tersebut pada mereka?
Pendidikan Dini Kecakapan Diri
Urgensi
pembangunan karakter dalam hal ini menitikberatkan pada kecerdasan religi,
kecerdasan moral dan kecerdasan sosial. Kecerdasan akhlak berkaitan dengan
hubungan vertikal antara individu dengan Tuhannya. Kecerdasan moral berkaitan
dengan sikap dan sifat yang dimiliki
individu. Sedangkan kecerdasan sosial berkaitan dengan interaksi individu
dengan individu lainnya dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan
Dini Kecakapan Diri (PDKD) adalah salah satu solusinya. Kecakapan diri atau
dalam bahasa asing life skill adalah
kemampuan diri individu dalam bertahan hidup dengan potensi-potensi yang
dimilikinya. Tak dapat disangkal, manusia adalah makhluk sosial. Manusia
senantiasa membutuhkan bantuan manusia lainnya dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya. Namun manusia juga hendaknya dapat hidup mandiri. Dalam hal ini
manusia tidak seharunya amat bergantung pada orang lain. Untuk dapat hidup
mandiri tentunya manusia harus dibekali kemampuan hidup atau yang kerap disebut
kecakapan diri.
PDKD
pada tulisan ini memfokuskan diri pada tujuan, konten kegiatan dan peluang
keberlanjutannya. Tujuan PDKD adalah meningkatkan kecapakan diri peserta didik
dan melatihan kemampuan entrepreneur pada diri peserta didik. PDKD mengajarkan
siswa untuk memanfaatkan potensi dirinya serta menjadi seorang entrepreneur
cilik. Sebagai contoh, siswa dengan potensi melukis dapat menjual jasanya
tersebut.
PDKD
dintegrasikan pada mata pelajaran namun pelaksanaannya tidak mengganggu
pelaksanaan pembelajaran di kelas. Pelaksanaannya seminggu sekali. Pada mulanya
dilakukan identifikasi potensi siswa lalu mereka dikelompokkan beradasarkan
potensinya. Contoh pengelompokan itu antara lain siswa yang berpotensi menulis,
melukis dan berkerajinan tangan. Setiap minggunya siswa dilatih untuk
menghasilkan satu karya oleh guru pembimbing.
Sayangnya
tidak sedikit pihak yang meragukan kecakapan diri seorang siswa pada jenjang
pendidikan dasar. Mereka dianggap sebagai anak-anak yang hanya bertugas
belajar, belajar dan belajar di sekolah. Padahal kecakapan diri tidak hanya
diperlukan pada orang dewasa melainkan juga anak-anak. Bahkan pendidikan
kecakapan diri hendaknya dimulai sejak anak-anak agar mereka terbiasa hidup
mandiri, tidak bergantung pada orang lain. Tentu saja pendidikan yang dilakukan
dengan cara yang menarik namun tetap edukatif, menyesuaikan dengan kondisi
psikologis siswa pada usia tersebut.
Melalui
PDKD diharapkan karakter siswa dapat terbangun antara lain daya juang,
kemandirian dan keteguhan.
Referensi :
Marzuki,
M. Murdiono, dan Samsuri. Pembinaan
Karakter Siswa Berbasis Pendidikan Agama Di Sekolah Dasar Dan Sekolah Menengah
Pertama Di Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta, 2008.
Tim
Penulis Mitra Forum Pendidikan. Oase Pendidikan di Indonesia. Tanoto
Foundation: Jakarta, 2014.
0 komentar: