Kisah Arky Gilang Wahab Pembudidaya Maggot Untuk Atasi Sampah Organik Tanpa Sisa

 





Jika kalian rutin mmbaca berita mungkin akan menyadari bahwa salah satu berita yang viral akhir-akhir ini adalah soal TPA yang ditutup akinat kepenuhan maupun kebakaran, khususnya di daerah Jogja dan Bandung. Warga merasa "kelimpungan" dengan semakin menumpuknya sampah di rumah. Apalagi sampah tersebur dicampur antara organik dan anorganik. Akibatnya muncul hewan dan bau tak sedap  


Ternyata dampak TPA ditutup membuat kesadaran warga terhadap mengompos dan membiat lubang biopori; solusi mudsh mengelola sampah organik. Konten-konten terkaot pegelolaan sampah organik pun senakij ramai dicari. Para pegiat zero waste boleh berbangga hati. 


Bicara soal sampah organik, berdasarkan data yang dihimpun oleh KLHK pada 2022, jumlah produksi sampah di Indonesia sebesar 68,7 juta ton/tahun dengan kategori paling besar yaitu sampah sisa makanan yaitu 41,27%. Sekitat 38,28% dari sampah tersebut bersumber dari rumah tangga. Ini menunjukkan bahwa keluarga menjadi penyumbang terbesar tapi juga solusi paling fundamental dalam mengelola sampah organik. 


Selain itu, sampah organik juga merupakan kontributor terbesar dalam menghasilkan emisi  gas rumah kaca jika tidak terkelola dengan bijak, dampaknya muncul pencemaran lingkungan dan beragam penyakit. 


Masih data dari KLHK pada 2022,sebanyak 65,83% sampah di Indonesia masih diangkut dan dibuang ke landfill atau TPA, bukan TPST (TempatbPemilahan Sampah Terpadu). Padahal belajar dari kasus meledaknya TPA Leuwigajah seharusnya hal tersebit dihindari. Pasalnya sampah organik sisa makanan yang ditimbun di landfill tersebut akan menghasilkan emisi gas metana (CH4) yang memiliki kekuatan lebih besar dalam memerangkap panas di atmosfer dibandingkan karbon dioksida (CO2) yang bsia meledak sewaktu-waktu



Mengenal Maggot Solusi Atasi Sampah Organik

Metode pengelolaan sampah organik yang biasanya dikenal masyarakat adalah kompos dan lubang bioporo. Namun ada satu lagi metode yang bisa dibilang jarang yang melakukannya namun jika sudah dilakukan bisa membuat "jatuh hati" yaitu budidaya maggot. 


Maggot sendiri adalah larva lalat BSF (black soldier) yang memiliki kemampuan mengurai sampah organik dengan cepat. Larva BSF memiliki kandungan protein yang tinggi (>30 %) dan harganya cenderung terjangkau.


Sistemnya seperti ini, sampah organik yang telah dipilah diolah menjadi bubur sampah baik secara manual ataupun menggunalan mesin, untuk pakan maggot. Maggot yang telah dipanen dapat dimanfaatkan sebagai pakan hewan peliharaan, terutama ikan dan unggas. 


Tak hanya itu, maggot juga dapat diolah menjadi pupuk organik atau pupuk kasgot. Pupuk ini punya kandungan protein yang lebih banyak dibandingkan pelet ternak biasa atau pupuk kimia sehingga meningkatkan kesuburan tanah dan hasil panen.


Secara langsung  maupun tidak, budidaya maggot memiliki berbagai manfaat, antara lain:

  • Meningkatkan ketahanan pangan, dengan memanfaatkan maggot sebagai pakan alternatif hewan peliharaan. 
  • Melestarikan lingkungan, dengan mengurangi pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh sampah organik. Maggot dapat mengurai sampah organik dengan cepat, sehingga dapat mengurangi volume sampah dan mencegah terjadinya pencemaran lingkungan.
  • Meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dengan membuka lapangan kerja baru di bidang budidaya maggot. Budidaya maggot merupakan usaha yang relatif mudah dan tidak membutuhkan modal yang besar, sehingga dapat menjadi peluang usaha bagi masyarakat.



Kisah Arky & Budidaya Maggot 

Adalah Arky Gilang Wahab, warga desa Banjaranyar, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, yang melihat bahwa membudidayakan maggot merupakan salah satu solusi dalam mengolah sampah organik yang menumpuk di lingkungan tempat tinggalnya. Ya, menumpuknya sampah organik menjadi permasalahan utama warga di tempat tinggalnya. Tumpukan sampah organik di berbagai sudut desa menimbulkan bau tidak sedap hingga mengganggu aktivitas warga.

sumber: L Darmawan/Mongabay Indonesia




Arky pulang ke desa selepas menyelesaikan kuliah Teknik Geodesi di ITB pada 2018. Bersamaan dengan otu, ternyata kabupaten Banyumas sedang mengalami krisis sampah. Dari situlah awal mula muncul ide untuk membudidayakan maggot. 


Bermula dari tiga orang yaitu dirinya, adiknya dan salah seorang teman yang memulai dari rumah program budidaya maggot. Itupun dengan modal yang sangat minim, yaitu hanya 5 gram maggot dan sampah organik dari lingkungan tempat tinggalnya yang hanya tiga rumah. Hasilnya, ia berhasil menghasilkan 7 kilogram pupuk organik dari budidaya maggot tersebut.


Ketekunan Arky dan tim membuahkan hasil, semakin banyak warga yang mengumpulkan sampah organik. Hanya dalam waktu sekitar setahun, tepatnya pads 2019, ia mampu mengelola sampah organik dalam satu desa. 


Gayung bersambut, program budidaya maggot milik Arky mendapat dukungan dari pemerintah Banyumas. Pemerintah menyediakan tempat untuk mengolah bubur sampah organik di TPST. Ada juga TPA BLE (tempat pembuangan akhir berbasis lingkungan dan edukasi). Tak hanya itu, di awal tahun 2023 Arky dan timnya yang dinamai Greenprosa diminta mengerjakan proyek pengilahan sampah organi di Taman Safari Indonesia (TSI) Bogor. Proyek di TSI Bogor ini bakal menjadi percontohan di TSI lainnya.





Perkembangan & Apresiasi Greenprosa 

Sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui, program budidaya maggot milik Arky dan tim menjadi penerima Satu Indonesia Awards 2021. Arky juga telah bekerjasama dengan banyak pihak untuk melakukan budidaya maggot. Salah satunya dengan Taman Safari Indonesia (TSI) Bogor untuk membangun pengelolaan sampah, khususnya jenis organik.

sumber: Astra



Dirinya juga pernah diundang oleh klien di Salatiga, Semarang dan Bali untuk menyelesaikan persoalan sampah di sana dengan memanfaatkan budidaya maggot. 


Hingga kini Greenprosa bersama para mitranya mampu menyerap hingga 60 ton sampah organik. Sementara, jumlah mitra Greenprosa saat ini mencapai lebih dari 2.500 orang.


Menurut Arky, semakin banyak maggot yang dibudidayakan, maka kian meningkat juga jumlah sampah organik yang diserap. Pada tahun 2020, sampah yang diserap sebanyak 5-6 ton atau 3 truk. Sampah organik tersebut merupakan suplai dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Banyumas.



Dengan budidaya maggpt, sampah organik tersebut sama sekali tanpa sisa. Semuanya dimanfaatkan. Pupuk organik menjadi pakan maggot dan hasil dekomposisi maggot menjadi kasgot.


Menurut Arky sebenarnya pasar maggot masih terbuka sangat luas. Setiap bulan timnya baru mampu memproduksi 120 ton dengan omset sekitar Rp500 juta. Padahal, kebutuhan maggot di pasaran saat sekarang sekitar 1.000 ton tiap bulannya. 

sumber: L Darmawan/Mongabay Indonesia

Program budidaya maggot milik Arky kini berkembang semakin pesat. Ia mampu mengolah 5 ton sampah setiap hari yang berasal dari 5.500 rumah dan 72 instansi pemerintah di kecamatan Sumbang dan Sokaraja. Inovasinya dalam memanfaatkan budidaya maggot untuk mengatasi permasalahan sampah organik adalah sebuah solusi yang efektif untuk mengatasi permasalahan lingkungan, kesejahteraan masyarakat, maupun ketahanan pangan. 



Referensi:

https://zonaebt.com/lingkungan/arky-wahab-maggot-solusi-sampah-organik-yang-bermanfaat/

https://www.mongabay.co.id/2023/01/05/baru-4-tahun-pemuda-ini-mampu-olah-60-ton-sampah-organik-begini-kisahnya/amp/

https://www.satu-indonesia.com/satu/satuindonesiaawards/finalis/penggerak-program-sistem-konversi-limbah-organik-untuk-ciptakan-ketahanan-pangan/

0 komentar: