"Semua penulis akan mati. Hanya karyanyalah yang abadi. Maka tulislah sesuatu yang membahagiakan dirimu di akhirat nanti."
-Ali bin Abi Thalib-
Menulis. Setiap orang pasti bisa menulis, terlepas bagus atau buruk tulisannya. Terlepas pula dari apa yang ditulisnya, selama masih berisi rentetan huruf menjadi kata dan kata menjadi kalimat serta berakhir dengan paragraf. Virus menulis yang kualami kini bermula dari salah seorang temanku yang begitu gemar menulis. Awalnya aku heran, 'apa enaknya sih menulis?'. Tapi ternyata setelah kucoba dan kucoba, ternyata begitu menyenangkan. Meski terkadang ada berbagai aral yang menghadang dalam perjalanan menulis. Dengan menulis, aku bisa memanifestasikan apa yang kualami dan kurasakan. Virus ini pertama kali menyerangku saat aku duduk di tahun kedua masa SMP. Setiap penulis memiliki gaya kepenulisan masing-masing. Biasanya aku menulis manual di buku bersama teman-temanku yang lain. Sampai beberapa bulan kemudian, aku berhasil menulis sebuah novel karyaku dalam dua buku tulis. Aku sendiri hingga kini tak menyangka, meski ujung-ujungnya novel itu masih tergeletak begitu saja di rumah, seiring dengan semakin bertolak belakangnya pikiranku dan novel yang kutulis.
"Dek, kamu kan suka nulis, ikut FLP aja!"
Begitu tutur Tanteku suatu hari. FLP. Forum Lingkar Pena. Awalnya berbagai pertanyaan berkelebat di benakku saat pertama kali mendengar kata itu.' Apa itu FLP? Organisasi? Acara? Atau apakah?'. Aku mulai mencari jawaban dari semua pertanyaanku. Memang tak mudah, aku sempat berkali-kali mendapat info simpang siur. Aku hanya mengetahui sejarah singkatnya. Sejarah FLP sendiri menurut yang kuketahui berawal dari inisiatif salah seorang wanita luar biasa. Ia begitu peduli terhadap sastra di sekitarnya yang tampaknya kekurangan wadah penyaluran. Akhirnya beliau pun mendirikan organisasi kepenulisan yang penuh cinta ini pada 22 Februari 1997. Wanita luar biasa itu bernama Helvy Tiana Rosa. Seiring bertambahnya waktu, forum ini pun kian merambah menjadi puluhan cabang, baik di dalam negri maupun luar negeri. Sayangnya aku belum mengetahui bagaimana cara bergabung dengannya. Sampai saat kelulusan SMP seolah keinginan bergabung dengan FLP perlahan meredup Beruntung tak sejalan dengan semangat menulisku yang kian membara.
Barulah di tahun kedua masa SMA, perjuanganku di masa SMP membuahkan hasil. Di salah satu akun Facebook-ku, ada info perekrutan anggota atau Studium Generale FLP Jakarta angkatan 14, bertempat di Aula Perpustakaan UNJ, pada tanggal 16 Januari 2010. Studium Generale hari itu menjadi masa awal perkenalanku dengan FLP yang berlanjut dengan pelatihan menulis dan berujung pada inagurasi dan kegiatan-kegiatan lain yang begitu mengesankan.
Cinta menurutku...
Cinta adalah kekuatan
Yang mampu mengubah duri menjadi mawar
Mengubah malang jadi untung
Mengubah sedih jadi riang
Mengubah setan jadi nabi
Mengubah iblis jadi malaikat
Mengubah sakit jadi sehat
Mengubah kikir jadi dermawan
Mengubah kandang jadi taman
Mengubah penjara jadi istana
Mengubah amarah jadi ramah
Mengubah musibah jadi muhibbah
Itulah cinta
-dikutip dari perkataan Ayaatul Husna dalam film Ketika Cinta Bertasbih 2-
Sebenarnya cinta ini belum tumbuh saat Studium Generale FLP Jakarta angkatan 14. Mungkin karena belum berkenalan secara langsung, hanya sekedar belum tahu nama, hanya sekedar hafal wajah, tapi perlahan aku mulai merasakan kenyamanan. Sepertinya ini tempat yang cocok untukku, pikirku kala itu.
Di masa-masa awal pelatihan FLP Jakarta barulah aku mulai merasakan cinta itu. Cinta dalam naungan masjid Amir Hamzah atau yang akrab disapa Mimazah. Meski kondisi lingkungan masjid yang kurang mendukung, tapi tak mengurangi rasa cinta itu. Saat berada di sana, seolah alpha akan semua pelik di luar sana. Setiap dua minggu sekali selama enam bulan cinta itu selalu terasa. Hingga saat inagurasi tiba, semakian erat pertaliannya dan semakin kuat cintanya. Banyak hal yang dilakukan bersama. Banyak tawa yang dibagi bersama. Banyak cinta yang dirasa bersama.
Aku rasa cinta itu akan berkurang atau bahkan berakhir seiring usainya masa inagurasi yang begitu mengesankan, tapi kusalah. Cinta itu masih terajut lewat mentoring sastra fiksi dan non fiksi. Masih di tempat yang sama, Mimazah. Masih seperti dulu. Selain itu kami kerap mengadakan berbagai kegiatan seperti Buka Puasa FLP, bakti sosial, halal bihalal, training, jalan-jalan, dan sebagainya. Lewat aktivitas-aktivitas itu lah ukhuwah yang ada kian terasa dan mencengkram.
Hal terindah di awal tahun 2010 adalah dapat berkenalan lebih dalam dengan FLP, khususnya FLP Jakarta, dan para 'penghuninya'. Banyak manfaat yang bisa kupetik, tidak melulu soal dunia kepenulisan melainkan juga dunia sosial, agama dan lain-lain. Kini dua tahun sudah aku mengenalnya. Suka duka telah kualami bersama dalam naungan FLP. Lewat forum ini pula aku jadi lebih ‘mengenal’ dunia kepenulisan, memiliki banyak teman penulis dan saling berbagi ilmu. Sungguh, betapa bersyukurnya aku. Tak terbayangkan jika saja aku tak mengenal ‘ia’ dan mereka.
Meski masih terbilang 'seumur jagung' tapi aku bisa merasakan solidaritas dan kekeluargaan dari FLP. Banyak tokoh yang lahir lewat forum penuh cinta ini, tokoh-tokoh yang tak suka menokoh namun luar biasa. Suatu hari kelak aku tidak akan menjadi persis seperti mereka, tapi aku akan menjadi diriku yang mewarisi semangat mereka. Bukankah sebaik-sebaik manusia yang bermanfaat bagi orang lain?
-Ali bin Abi Thalib-
Menulis. Setiap orang pasti bisa menulis, terlepas bagus atau buruk tulisannya. Terlepas pula dari apa yang ditulisnya, selama masih berisi rentetan huruf menjadi kata dan kata menjadi kalimat serta berakhir dengan paragraf. Virus menulis yang kualami kini bermula dari salah seorang temanku yang begitu gemar menulis. Awalnya aku heran, 'apa enaknya sih menulis?'. Tapi ternyata setelah kucoba dan kucoba, ternyata begitu menyenangkan. Meski terkadang ada berbagai aral yang menghadang dalam perjalanan menulis. Dengan menulis, aku bisa memanifestasikan apa yang kualami dan kurasakan. Virus ini pertama kali menyerangku saat aku duduk di tahun kedua masa SMP. Setiap penulis memiliki gaya kepenulisan masing-masing. Biasanya aku menulis manual di buku bersama teman-temanku yang lain. Sampai beberapa bulan kemudian, aku berhasil menulis sebuah novel karyaku dalam dua buku tulis. Aku sendiri hingga kini tak menyangka, meski ujung-ujungnya novel itu masih tergeletak begitu saja di rumah, seiring dengan semakin bertolak belakangnya pikiranku dan novel yang kutulis.
"Dek, kamu kan suka nulis, ikut FLP aja!"
Begitu tutur Tanteku suatu hari. FLP. Forum Lingkar Pena. Awalnya berbagai pertanyaan berkelebat di benakku saat pertama kali mendengar kata itu.' Apa itu FLP? Organisasi? Acara? Atau apakah?'. Aku mulai mencari jawaban dari semua pertanyaanku. Memang tak mudah, aku sempat berkali-kali mendapat info simpang siur. Aku hanya mengetahui sejarah singkatnya. Sejarah FLP sendiri menurut yang kuketahui berawal dari inisiatif salah seorang wanita luar biasa. Ia begitu peduli terhadap sastra di sekitarnya yang tampaknya kekurangan wadah penyaluran. Akhirnya beliau pun mendirikan organisasi kepenulisan yang penuh cinta ini pada 22 Februari 1997. Wanita luar biasa itu bernama Helvy Tiana Rosa. Seiring bertambahnya waktu, forum ini pun kian merambah menjadi puluhan cabang, baik di dalam negri maupun luar negeri. Sayangnya aku belum mengetahui bagaimana cara bergabung dengannya. Sampai saat kelulusan SMP seolah keinginan bergabung dengan FLP perlahan meredup Beruntung tak sejalan dengan semangat menulisku yang kian membara.
Barulah di tahun kedua masa SMA, perjuanganku di masa SMP membuahkan hasil. Di salah satu akun Facebook-ku, ada info perekrutan anggota atau Studium Generale FLP Jakarta angkatan 14, bertempat di Aula Perpustakaan UNJ, pada tanggal 16 Januari 2010. Studium Generale hari itu menjadi masa awal perkenalanku dengan FLP yang berlanjut dengan pelatihan menulis dan berujung pada inagurasi dan kegiatan-kegiatan lain yang begitu mengesankan.
Cinta menurutku...
Cinta adalah kekuatan
Yang mampu mengubah duri menjadi mawar
Mengubah malang jadi untung
Mengubah sedih jadi riang
Mengubah setan jadi nabi
Mengubah iblis jadi malaikat
Mengubah sakit jadi sehat
Mengubah kikir jadi dermawan
Mengubah kandang jadi taman
Mengubah penjara jadi istana
Mengubah amarah jadi ramah
Mengubah musibah jadi muhibbah
Itulah cinta
-dikutip dari perkataan Ayaatul Husna dalam film Ketika Cinta Bertasbih 2-
Sebenarnya cinta ini belum tumbuh saat Studium Generale FLP Jakarta angkatan 14. Mungkin karena belum berkenalan secara langsung, hanya sekedar belum tahu nama, hanya sekedar hafal wajah, tapi perlahan aku mulai merasakan kenyamanan. Sepertinya ini tempat yang cocok untukku, pikirku kala itu.
Di masa-masa awal pelatihan FLP Jakarta barulah aku mulai merasakan cinta itu. Cinta dalam naungan masjid Amir Hamzah atau yang akrab disapa Mimazah. Meski kondisi lingkungan masjid yang kurang mendukung, tapi tak mengurangi rasa cinta itu. Saat berada di sana, seolah alpha akan semua pelik di luar sana. Setiap dua minggu sekali selama enam bulan cinta itu selalu terasa. Hingga saat inagurasi tiba, semakian erat pertaliannya dan semakin kuat cintanya. Banyak hal yang dilakukan bersama. Banyak tawa yang dibagi bersama. Banyak cinta yang dirasa bersama.
Aku rasa cinta itu akan berkurang atau bahkan berakhir seiring usainya masa inagurasi yang begitu mengesankan, tapi kusalah. Cinta itu masih terajut lewat mentoring sastra fiksi dan non fiksi. Masih di tempat yang sama, Mimazah. Masih seperti dulu. Selain itu kami kerap mengadakan berbagai kegiatan seperti Buka Puasa FLP, bakti sosial, halal bihalal, training, jalan-jalan, dan sebagainya. Lewat aktivitas-aktivitas itu lah ukhuwah yang ada kian terasa dan mencengkram.
Hal terindah di awal tahun 2010 adalah dapat berkenalan lebih dalam dengan FLP, khususnya FLP Jakarta, dan para 'penghuninya'. Banyak manfaat yang bisa kupetik, tidak melulu soal dunia kepenulisan melainkan juga dunia sosial, agama dan lain-lain. Kini dua tahun sudah aku mengenalnya. Suka duka telah kualami bersama dalam naungan FLP. Lewat forum ini pula aku jadi lebih ‘mengenal’ dunia kepenulisan, memiliki banyak teman penulis dan saling berbagi ilmu. Sungguh, betapa bersyukurnya aku. Tak terbayangkan jika saja aku tak mengenal ‘ia’ dan mereka.
Meski masih terbilang 'seumur jagung' tapi aku bisa merasakan solidaritas dan kekeluargaan dari FLP. Banyak tokoh yang lahir lewat forum penuh cinta ini, tokoh-tokoh yang tak suka menokoh namun luar biasa. Suatu hari kelak aku tidak akan menjadi persis seperti mereka, tapi aku akan menjadi diriku yang mewarisi semangat mereka. Bukankah sebaik-sebaik manusia yang bermanfaat bagi orang lain?
Tak terasa beberapa hari lagi FLP akan merayakan hari jadinya yang ke lima belas pada 22 Februari 2012. Semoga ‘ia’ semakin bersinar dan mampu melahirkan lebih banyak penulis yang cerdas dalam berbagai hal serta menelurkan karya-karya yang menggugah dunia kesusatraan. Aku yakin itu bukan hanya harapanku saja melainkan juga seluruh anggota keluarganya di seluruh dunia. Sejatinya menulisn dan penulis itu tak kenal kata mati. Meski jasadnya suatu hari akan kembali ke tanah, tapi percayalah bahwa tulisannya akan terus dikenang.
Ada cinta di FLP. Tak sekedar satu cinta, tapi lebih dari itu. Ada cinta dalam FLP. Salah besar jika cinta dalam setiap kalimat yang terungkap disini adalah cinta lawan jenis. Ada cinta dalam FLP. Cinta antara ayah dan anak, seperti aku dan Oom Taufan, kepala suku FLP Jakarta, yang sedikit-banyak mirip dengan ayahku. Ada cinta dalam FLP. Cinta antara ibu dan anak, seperti aku dan Mbak Ria yang kemudian kupanggil Mama Ria. Ada cinta dalam FLP. Cinta antara kakak dan adik, seperti aku dan kakak-kakak FLP. Sebagai anggota keluarga termuda, aku merasa beruntung sekali disayangi dan menyayangi mereka. Sekali lagi, ada lingkaran cinta dalam FLP, seperti lingkaran mentoring, bukan cinta biasa. Ini bukan cinta segitiga seperti roman picisan remaja. Ini cinta berbentuk lingkaran antara aku, mereka dan FLP, yang tak bersudut dan tak berakhir.
Terimakasih atas cinta yang terberikan.