sumber : google.com |
Ing
Ngarso Sung Tulodo
Menjadi ibu berarti menjadi teladan bagi
sang buah hati. Maka dari itu pentinng untuk memperluas wawasan mengenai parenting dan menjadi ibu yang baik.
Memang di dunia ini tidak ada manusia yang sempurna, tapi setidaknya dengan ini
kita belajar mendekati limit kesempurnaan. Lantas yang seperti apa sang teladan
itu? bBagaimana pula menjadi sosok teladan bagi si kecil?
Sang teladan adalah mereka yang mampu
menginspirasi melalui kebaikan-kebaikan yang dilakukan dengan ikhlas, tanpa
pamrih. Menjadi sosok teladan bagi sang anak b tidak harus menjadi sosok yang
sempurna.
Ing
Madya Mangun Karsa
Di tengah-tengah memberi bimbingan. Menjadi
ibu berarti menjadi seorang pembimbing. Layaknya sebuah kapal dengan
nahkodanya. Akan dibawa kemana arah kapal, tergantung pada kemudi sang nahkoda.
Seorang nahkoda yang memiliki kecakapan tentu akan membawa kapalnya berlayar
hingga tujuan. Sebaliknya seorang nahkoda yang tidak memiliki kecakapan, hanya
akan membawa kapalnya terombang-ambing di tengah lautan. Kapal tersebut
diibaratkan anak-anaknya dengan ibu sebagai nahkoda. Ibu yang baik tentu akan
membawa anak-anak menjadi orang-orang baik pula. Begitupun sebaliknya
Tut
Wuri Handayani
Di belakang memberi semangat. Menjadi
ibu berarti menjadi penyemangat bagi sang buah hati. Tak selamanya seorang ibu
terus menerus berada di depan. Ada kalanya si pemimpin kecil harus mandiri,
berdikari di depan. Bukan membiarkannya tanpa arah, namun tetap mengarahkan. Ibu
memberi semangat, di kala masa naik maupun masa turunnya semangat sang anak.
Bagi yang telah menjadi ibu, selamat.
Saatnya kamu mempraktikan ilmumu. Namun bagi yang belum menjadi ibu (termasuk
saya), masih ada kesempatan untuk mempersiapkan dan memantaskan diri. Bagaimana
caranya? Berikut dipaparkan beberapa tips mempersiapkan diri menjadi ibu.
1.
Tingkatkan ilmu tentang parenting, mulai dari parenting untuk anak dalam kandungan,
dengan membaca buku-buku parenting dan mengikuti kajian parenting. Eits, jangan
minder duluan, mentang-mentang kamu belum jadi ibu. Ingat, ilmu itu dituntut
bukan sekedar saat hari H, namun jelang hari H. Kita tidak tahu bukan, kapan
kita akan menikah lalu menjadi ibu? Nah yuk, persiapkan diri sejak dini.
2.
Belajar mengajar/menjadi guru. Ibu
itu adalah guru. Coba deh belajar untuk menjadi guru, bisa guru TPA, guru di
tempat bimbingan les atau di tempat formal/nonformal lainnya. Dengan begitu
kamu bisa memperhatikan pola tingkah anak-anak dan mengetahui sisi psikologis
mereka. Dengan begitu pula, kesabaranmu dan ilmu psikologismu secara tidak
langsung akan terlatih.
Sebagai epilog, izinkan cerita ini
tertoreh. Sejak kecil saya memiliki kenginan menjadi seorang dokter gigi.
Seiring berjalannya waktu, ketika memasuki dunia SMA, keinginan itu berubah
menjadi seorang ilmuwan. Ya, saya ingin sekali menjadi ilmuwan internasional,
khususnya di bidang Matematika, yang menghadiahkan nobel untuk Indonesia. Saya
merasa di Indonesia masih sangat jarang terdapat ilmuwan wanita.
“Nanti di bangku kuliah kamu mau masuk
jurusan apa?”
“Matematika murni.”
“Ingin jadi apa?”
“Saya ingin jadi ilmuwan.”
“Kamu mah cocoknya jadi guru.”
“Tapi saya tidak pandai mengajar.
Pokoknya saya mau jadi ilmuwan saja.”
Itulah cuplikan percakapan yang kerap
saya alami sejak memasuki awal masa kelas XII SMA. Begitu besarnya keinginan
saya menjadi seorang ilmuwan, samai tak pernah terbesit dalam benak ini untuk
menjadi seorang guru. Namun setelah melalui proses yang cukup panjang dan
cobaan, saya ditempatkan disini. Di jurusan kependidikan, pendidikan Matematika
lebih tepatnya.
Sempat sedikit menyesali keadaan ini.
Sempat ego ini terus berteriak, “Aku tidak mau jadi guru! Bagaimanapun juga aku
harus jadi ilmuwan!” namun saya sadar, inilah yang terbaik. Saya semakin
mencintai dunia pendidikan dan dunia anak-anak. Saya semakin menyadari, saya berada
disini untuk kelak menjadi seorang pendidik bagi anak-anak bangsa, khususnya
anak-anak saya.
Saya juga kerap teringat dengan kalimat
ini, sebuah kalimat yang keluar dari mulut seorang guru untuk saya.
“Pelajarilah ilmu yang dapat menunjangmu
menjadi seorang ibu.”
Awalnya saya bingung, maksudnya apa?
Apakah kita harus belajar ilmu rumah tangga dan parenting saja? Bisa
ketinggalan zaman kalau begitu, pikir saya kala itu. Namun kini saya semakin
menyadari makna kalimat itu. Bahwasanya memang pada akhirnya seorang wanita
menjadi ibu, terlepas dari jurusan apa yang dilakoninya semasa kuliah. Saya
sangat bersyukur masuk ke jurusan pendidikan ini karena dapat meningkatkan
skill saya dalam mendidik anak-anak saya kelak. Tapi bukan berarti saya
memandang jurusan lain tidak perlu. Saya percaya setiap ilmu tidak ada yang
sia-sia, selama diperuntukkan untuk kebaikan.
Sekali lagi saya menyadari, meskipun
mimpi saya menjadi seorang ilmuwan tidak tersampaikan, tapi setidaknya saya
bisa mendidik anak-anak saya kelak menjadi generasi ilmuwan. Pendidikan menjadi
akar kuat untuk mewujudkannya. Nasib calon anak-anak saya ada di saya, sang
calon pendidik mereka dan tentu saja calon ayahnya yang akan membersamai saya kelak.
Yuk sama-sama memantaskan diri bagi
calon ibu! :)
0 komentar: